TUGAS
BIOTEKNOLOGI
METABOLIT
SEKUNDER
DISUSUN OLEH :
FITRI SILVIANI 0904015105
FRISCA MAYASARI 0904015108
HAFILIA
HAZNAWATI 0904015115
IKA APRILIYANI 0904015131
INDAH FITRIA SARI 0904015139
INDRIYANTI 0904015141
KHALIMAH 0904015154
KHOIRUNNISA 0904015155
LIA NURMAYANTI 0904015160
NUR WAHIDA RAHMA 0904015201
SEMESTER VII
KELAS C
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Hutan tropis yang kaya dengan berbagai jenis tumbuhan
adalah merupakan sumber daya hayati dan sekaligus sebagai gudang senyawa kimia,
baik senyawa kimia dari hasil
metabolisme primer (metabolit primer) seperti protein, karbohidrat, dan lemak
yang digunakan oleh tumbuhan itu sendiri untuk pertumbuhannya ataupun senyawa
kimia dari hasil metabolisme sekunder (metabolit sekunder) seperti terpenoid,
steroid, kumarin, flavonoid, dan alkaloid. Senyawa metabolit sekunder merupakan
senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi
sebagai pelindung tumbuhan dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu
sendiri atau lingkungannya.
Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang
tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik
atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap organisme
biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda, bahkan
mungkin satu jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu spesies
dalam suatu kingdom. Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya
pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu. Fungsi metabolit
sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator,
dan sebagai molekul sinyal. Singkatnya, metabolit sekunder digunakan organisme
untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
Metabolisme sekunder (juga disebut metabolisme khusus) adalah istilah untuk
jalur dan molekul kecil produk dari metabolisme yang tidak mutlak diperlukan
untuk kelangsungan hidup organisme. Senyawa kimia sebagai hasil metabolit
sekunder telah banyak digunakan untuk zat warna, racun, aroma makanan,
obat-obatan dan sebagainya. Serta banyak jenis tumbuhan yang digunakan sebagai
obat-obatan, dikenal sebagai obat tradisional sehingga perlu dilakukan
penelitian tentang penggunaan tumbuh-tumbuhan berkhasiat dan mengetahui senyawa
kimia yang bermanfaat sebagai obat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Metabolit Sekunder Sekunder
Tanaman dengan kemampuannya mensintesa berbagai
persenyawaan organic, merupakan pendukung kehidupan di bumi ini.
Persenyawaan-persenyawaan yang dihasilkan dapat digolongkan atas metabolit
primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer terlibat dalam proses fisiologi
utama dengan mekanisme yang sudah diketahui. Sedangkan metabolit sekunder terlibat
dalam proses-proses yang masih belum sepenuhnya dipahami. Walaupun fungsinya
dalam tanaman belum spenuhnya diungkapkan, namun metabolit sekunder sudah
digunakan dalam industry seperti: industry farmasi, wangi-wangian, aditif
makanan, pemanis, pewarna, dan antimikroba. Metabolit sekunder merupakan
senyawa yang tidak terlibat langsung dalam pertumbuhan, perkembangan, atau
reproduksi makhluk hidup yang
fungsinya masih belum diketahui secara pasti. Senyawa ini biasa digunakan untuk
pertahanan dan perkembangbiakan tanaman. Kebanyakan senyawa metabolit sekunder
ini beracun bagi hewan. Penggolongan metabolit sekunder berdasarkan
biosentesisnya meliputi senyawa alkaloid, fenol, dan terpenoin.
Gambar Tanaman-tanaman penghasil Metabolit
B. Peranan Metabolit Sekunder
1. Sistem
pertahanan terhadap virus, bakteri dan fungi.
2. Sistem
pertahanan terhadap herbivore : molusca, anthropoda dan vertebrata
3. Sistem
pertahanan terhadap tanaman lain melalui allelopati
4. Atractan
bagi binatang-binatang yang membantu polinasi dan penyerbukan biji
5. Penyimpangan
nitrogen
6. System
transportasi nitrogen
7. Proteksi
terhadap sinar U.V.
Golongan persenyawaan yang telah diteliti meliputi:
alkaloid, flavonoid, phenol, saponine, terpene, asam amino non protein dan
quinon. Diperkirakan hanya sekitar 15% dari spesies tanaman yang telah
diidsolasi persenyawan-persenyawaannya. Dari tiap spesies hanya 1-2
persenyawaan yang diketahui dengan pasti.
Selain bernilai ekonomis karena dapat digunakan dalam
industry, metabolit juga memegang peranan penting dalam pertanian dan pemuliaan
tanaman. Metabolit sekunder yang penting bagi tanaman menurut Schlee, 1986;
Levin, 1976; Savein, 1977; Wink, 1987, yang dihimpun oleh Wink (1988) :
Fungsi Biologis
|
Golongan persenyawaan
|
Antraktan
|
Betaalanine, asthocyanine, carotenoid, flavonoid,
asam amino, amine, gula
|
Allelopati
|
Fenol, asam amino non protein, phloridzin, juglone,
quercelin, polyacexylon, sesquiterpene lactone
|
Antrifungal
|
Asam protocatichuic, asam chlorogenic, tannin,
solanin, limonene, geraniol, citrol, juglon, lupanine, furanocoumarine,
saponin, canavanine, nobeletin
|
Antibakteri
|
Citronelal, canavanine, terterine,
Azetidine-2-carboxilic acid
|
Antiviral
|
Lycorine, sparteine
|
Insect repellence
|
Tannin, asam caffeat, asam ferulat, citropine, colchicine, nicotine, piperine,
glycoside cyanogenic, cocemarine, saponin, cucurbitacin, grossypol, liminene,
rutin, morin, quercetin, berberine, inhibitor protease, asam amino non
protin.
|
Toksik untuk vertebrata
|
Iso flavon, coumarin, juglone, cardenolide,
glycoside cyanogenik, saponin, hypericin, grossypol, tannin, alkaloid pada
umunya, asam amino non protein.
|
C. Sumber
Metabolit Sekunder Pada Tanaman.
Beberapa jenis senyawa metabolit sekunder yang telah
diproduksi secara komersial melalui kultur jaringan adalah:
1. Produksi
Shikonin yaitu suatu senyawa napthaquinon yang digunakan sebagai bahan pewarna
dan bahan obat-obatan telah diproduksi dalam skala komersial oleh Mitsui
Petrochemical Co.
2. Produksi
nikotin dalam konsentrasi tinggi dari beberapa kalus Nicotiana
3. Produksi
berberin dari Coptis japonica.
Sedikitnya senyawa metabolit sekunder yang telah
diproduksi secara komersial antara lain disebabkan oleh masih rendahnya
kuantitas produksi senyawa tersebut dalam kultur jaringan tanaman. Oleh karena
itu, tujuan produksinya melalui kultur jaringan adalan untuk memproduksi sel,
kalus atau embrio somatik yang dapat memproduksi senyawa metabolir sekunder
dalam kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksinya
pada tanaman. Beberapa contoh perbandingan produksi senyawa metabolit sekunder
melalui kultur jaringan dengan isolasi di daun antara lain penigkatan kadar
kurkumin pada tanaman kunyit dan temulawak.
Senyawa Kurkumin pada tanaman Kunyit dan Temulawak
Kunyit (Curcuma domestica Val ) dan
temulawak (Curcuma xanthorhiza Val) merupakan tanaman obat potensial penghasil
kurkumin. Selain sebagai bahan baku obat, dapat juga digunakan sebagai bumb
dapur dan zat pewarna alami. Rimpangnya sangat bermanfaat sebagai antikoagulan,
menurunkan tekanan darah, obat cacing, obat asma, penambah darah, mengobati
sakit perut, penyakit hati, karminatif stimulant, gatal-gatal, gigitan
serangga, diare dan rematik. Kandungan utama didalamnya salah satu yaitu
kurkumin (Rahardjo dan Rostiana, 2004). Kunyit mengandung 3-4% kurkumin,
terdiri atas kurkumin I 94%, kurkumin II 6%, dan kurkumin III 0,3%.
Gambar Tanaman Kunyit (Curcuma domestica)
Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit
sekunder dari tanaman Zingiberaceae, khusunya kunyit dan temulawak yang telah
dimanfaatkan dalam industry farmasi, makanan, farfum dan lain-lain. Senyawa
kurkumin ini, seperti halnya senyawa kimia lain seperti antibiotic, alkaloid,
steroid, minyak atsiri, resin, fenol yang merupakan hasil dari metabolit
sekunder suatu tanaman.
Kurkominoid adalah sekelompok senyawa fenolik yang
terkandung dalam rimpang tanaman family Zingiberaceae antara lain: Curcuma
longa syn. Curcuma domestica (kunyit) dan Curcuma xanthorhiza (temulawak).
Kurkumanoid bermanfaat untuk mencegah timbulnya infksi berbagai penyakit.
Kandungan utama dari kurkumanoid adalah kurkumin yang berwarna kuning.
Kandungan kurkumin di dalam kunyit berkisar 3-4%. Kurkumin (C2H20O6) atau
diferuloyl methane pertama kali diisolasi pada tahun 1815. Kemudian tahun 1910,
kurkumin diperoleh dalam bentuk Kristal dan dapat dilarutkan pada tahun 1913.
Kurkumin tidak dapat larut dalam air tetapi dapat larut dalam etanol dan aceton
.
Metabolit sekunder seperti kurkumin dari tanaman
kunyit dan temulawak dapat dibentuk dengan cara menginduksi jaringan tanaman
pada media yang mengandung zat pengatur tumbuh untuk membentuk kalus. Kalus
berasal dari potongan organ yang telah steril dalam media yang telah mengadung
auksin dan kadangkala sitokinin. Kalus selanjutnya diperbanyak dengan cara
kultur kalus ataupun suspensi dan dapat juga menggunakan elisitor dalam
fermentor atau bioreactor, contohnya ginseng.
Senyawa metabolit sekunder melalui kultur jaringan
dapat diisolasi dari kalus atau sel. Kandungannya dapat ditingkatkan melalui
seleksi bahan tanaman atau jaringan, tingkat pertumbuhan tanaman, pemakaian zat
pengatur tumbuh dan prekusor, pemakaian mutagen baik secara fisik maupun kimia
serta manipulasi faktor lingkungan. Kalus sebagai bahan senyawa sekunder dan
produk lainnya dapat dipacu pembentukan dan pertumbuhannya dengan pemakaian zat
pengatur tumbuh 2,4D, NAA, dan sering pula direkombinasikan dengan sitokinin.
Adakalanya, kombinasi auksin dengan sitokinin selain slain dapat merangsang
proses pembelahan sel juga mempengaruhi kandungan senyawa sekundernya. Hasil
penelitian Staba (1976) mendapatkan peningkatan kandungan diosgenin dengan
penggunaan 2,4D pada tanaman Dioscarea deltoidea.
Pada kultur sel, kalus akan kehabisan hara yang
disebabkan karena masa
kultur yang panjang yang mengakibatkan penguapan air dan unsur hara dari waktu
ke waktu. Selain kehabisan hara, sel-sel dalam kalus juga mengeluarkan
persenyawaan-persenyawaan hasil metabolit sekunder. Sehingga akan menghasilkan
senyawa kurkumin dalam jumlah besar dalamwaktu singkat.
Kultur suspensi adalah kalus yang ditumbuhkan pada
media cair dan kultur suspensi ini praktis digunakan untuk produksi bahan-bahan
sekunder. Dalam kultur suspensi ini dikenal dua kelompok kultur yaitu kultur
batch dan continues. Dalam kerangka batch, media hara dan volume tetap, tetapi
konsentrasi hara berubah sesuai dengan pertumbuhan sel. Pada masa inkubasi
terjadi pertambahan biomassa yang mengikuti pola sigmoid. Setelah mencapai
suatu masa tertentu sel berhenti membelah. Oleh karena itu, kultur batch harus
selalu diperbaharui. Sementara kultur continues merupakan kultur jangka panjang
dengan suplai hara yang konstan dalam wadah yang besar. Dalam kultur ini
terdapat system untuk sirkulasi mengeluarkan media lama dan ditambahkan dengan
media baru. Dalam kultur sel continuous terdapat dua tipe yaitu tipe tertutup
(close type) dan tipe terbuka (open type). Dalam tipe tertutup sel bertambah
trus tanpa dipanen, hanya media yang disirkulasi. Sedangkan pada tipe terbuka,
penambahan media baru disertai juga dengan panen sel dan mdia. Tipe kultur
continuous yang terbuka dapat menggunakan chemostat atau turbidostat. Chemostat
menggunakan standar konsentrasi bahan-bahan kimia tertentu yang mengatur laju
pertumbuhan misalnya konsentrasi N, P, atau glukosa.
Keberhasilan sintesa metabolit sekunder dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dan kendala biologis. Faktor lingkungan dapat meliputi
cahaya, penggunaan zat pengatur tumbuh, prekusor, unsur hara yang tersedia,
komposisi medium, perbedaan morfologi, jaringan tanaman yang digunakan dan
aktivitas biosintesa (Tabata
dalam Dalimuthe, 1987). Bahan aktif dari suatu tanaman ini, dapat diperoleh
dari tanaman lengkap. Tanaman berinteraksi dengan lingkungan memperoleh
metabolit sekunder yang bermacam-macam (Harborne, 1996).
Seleksi in vitro untuk mendaparkan kalus dari tanaman
kunyit dan temulawak yang mengandung kurkumin tinggi dapat dilakukan dengan
menggunakan agen seleksi filtrate atau elisitor yang ditambahkan ke dalam media
tumbuh. Agen seleksi filtrat adalah jasad renik atau bagaian dari gen-gen jasad
renik yang mampu menampung gen asing yang ditumpangkan pada struktur jasad
renik tersebut dan ditransplantasikan ke dalam sel-sel yang diharapkan mampu
mengubah sifat-sifat sel.
Beberapa
contoh dari metabolit sekunder adalah:
Kelas
|
Contoh
Senyawa
|
Contoh
Sumber
|
Efek dan
kegunaan
|
SENYAWA
MENGANDUNG NITROGEN
|
|||
ALKALOID
|
Nikotin,
kokain, teobromin
|
Tembakau,
coklat
|
Mempengaruhi
neurotransmisi dan menghambat kerja enzim
|
TERPENOID
|
|||
MONOTERPEN
|
Mentol,
linalool
|
Tumbuhan
mint dan banyak tumbuhan lainnya
|
Mempengaruhi
neurotransmisi, menghambat transpor ion, anestetik
|
DITERPEN
|
Gossypol
|
Kapas
|
Menghambat
fosforilasi, toksik
|
Triterpena,
Glikosida
kardiak (Jantung)
|
Digitogenin
|
Digitalis
(Foxglove digitalis sp.)
|
Stimulasi
otot jantung, memengaruhi transpor ion
|
STEROL
|
Spinasterol
|
Bayam
|
Mempengaruhi
kerja hormon hewan
|
FENOLIK
|
|||
ASAM FENOLAT
|
Kafeat,
klorogenat
|
Semua
tanaman
|
Menyebabkan
kerusakan oksidatif, timbulnya warna coklat pada buah dan wine.
|
TANNIN
|
gallotanin,
tanin terkondensasi
|
oak,
kacang-kacangan
|
Mengikat
protein, enzim, menghambat digesti, antioksidan.
|
LIGNIN
|
Lignin
|
Semua
tanaman darat
|
Struktur,
serat
|
D. Kandungan Metabolit Sekunder
Secara umum
kandungan metabolit sekunder dikelompokkan berdasarkan sifat dan reaksi khas
suatu metabolit sekunder dengan pereaksi tertentu. Adapun pengelompokkan
kandungan metabolit sekunder pada bahan alam hayati adalah sebagai berikut :
1. Alkaloid
Alkaloid merupakan kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk
gugus fungsi amin. Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang
besar. Pada umumnya, alakaloid mencakup senyawa yang bersifat basa yang
mengandung satu atau lebih atom N sebagai bagian dalam surem siklik. Alkaloid
kebanyakan ditemukan pada Angiospermae dan jarang pada Gymnospermae dan
Cryptogamae. Senyawa ini cukup banyak jenisnya dan terkadang memiliki struktur
kimia yang sangat berbeda satu sama lain, meskipun berada dalam satu kelompok.
Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan memiliki kegiatan fisiologi
yang menonjol dan sering digunakan dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya
tanpa warna dan bersifat optis aktif. Alkaloid biasanya berbentuk kristal dan
jarang berbentuk cairan. Alkaloid tidak dapat diidentifikasi dengan ekstrak
tumbuhan dengan menggunakan kromatografi tunggal. Biasanya alkaloid
diidentifikasi dengan diekstraksi menggunakan pelarut alkohol yang bersifat
lemah dan diendapkan ke dalam ammonia pekat. Pemurnian selanjutnya dilaksanakan
dengan ekstraksi. Adanya alkaloid dapat diuji dengan menggunakan berbagai
pereaksi alkaloid. Adalima golongan alkaloid, yaitu tembakau, tropana,
opium, ergat, dan kavolfia.
Pengelompokan alkaloid biasanya didasarkan pada
prekursor pembentuknya. Kebanyakan dibentuk dari asam amino seperti lisin,
tirosin, triptofan, histidin dan ornitin. Sebagai contoh, nikotin dibentuk dari
ornitin dan asam nikotinat. Beberapa kelompok alkaloid disajikan dalam tulisan
ini. Diantaranya adalah kelompok alkaloid benzil isoquinon, seperti: papaverin,
berberin, tubokurarin dan morfin. Jenis alkaloid yang banyak terdapat pada
famili Solanaceae, tergolong ke dalam kelompok alkaloid tropan, seperti:
atropin, yang ditemukan pada Atropa belladona dan skopolamin. Kokain yang
berasal dari tumbuhan koka, Erythroxylon coca, juga termasuk ke dalam kelompok
ini, meskipun koka tidak termasuk anggota famili Solanaceae. Alkaloid dengan
struktur inti berupa indol, dikelompokkan sebagai alkaloid indol, seperti:
strikhnin dan quinin yang berasa pahit dan merupakan senyawa penolak makan bagi
serangga. Kelompok alkaloid pirrolizidin merupakan ester alkaloid pada genus
Senecio, seperti: senecionin. Kelompok lain dari alkaloid yang berasal asam
amino lisin adalahquinolizidin yang sering disebut sebagai alkaloid lupin
karena banyak terdapat pada genus Lupinus. Alkaloid polihidroksi memiliki
stereokimia yang mirip dengan gula, sehingga mengganggu kerja enzim
glukosidase. Kelompok alkaloid polihidroksi merupakan penolak makan bagi
serangga. Beberapa jenis alkaloid merupakan derivat dari asam nikotinat, purin,
asam antranilat, poliasetat dan terpenes. Mereka dikelompokkan ke dalam
alkaloid purin, seperti: kafein.
2. Triterpenoid / Steroid
Triterpenoid adalah sekelompok senyawa turunan asam mevalonat. Semua jenis
triterpenoid dipisahkan dengan cara yang sama, yaitu berdasarkan KLT dan KGC.
Identitas dipastikan dengan menentukan titik didih. Triterpenoid tersebar luas
dalam dammar, gabas, dan kutin tumbuhan. Asam damar adalah asam triterpenoid
yang sering bersama-sama dengan gompolisakarida dalam damar gom.
Triterpenoid yang paling penting dan tersebar luas adalah triterpenoid
pentasiklik. Senyawa ini ditemukan dalam tumbuhan seprimitif sphagrum, tetapi
yang paling umum pada tumbuhan berbiji. Pada pemeriksaan triterpenoid dalam
tumbuhan, jaringan kering harus dihilangkan lemaknya, lalu diekstraksi dengan
methanol panas. Selanjutnya, ekstrak metanol yang telah dihidrolisis dapat
diperiksa langsung. Uji deteksi lain yang digunakan adalah uji deteksi yang
dipakai untuk triterpenoid secara umum, misalnya H2SO4 saja
atau diencerkan dengan air alkohol.
Terpenoid merupakan kelompok metabolit sekunder
terbesar. Saat ini hampir dua puluh ribu jenis terpenoid telah teridentifikasi.
Kelompok ini merupakan derivat dari asam mevalonat atau prekursor lain yang
serupa dan memiliki keragaman struktur yang sangat banyak. Struktur terpenoid
merupakan satu unit isopren (C5H8) atau gabungan lebih dari satu unit isopren,
sehingga pengelompokannya didasarkan pada jumlah unit isopren penyusunnya.
Monoterpenoid umumnya bersifat volatil dan biasanya
merupakan penyusun minyak atsiri. Monoterpenoid memberikan aroma yang khas pada
tumbuhan. Monoterpenoid dikelompokkan sebagai :
a. Asiklik, contoh : geraniol
b. Monosiklik, contoh: limonene
c. Bisiklik, contoh: pinene
Untuk mencegah terjadinya keracunan diri
(autotoxicity), tumbuhan membentuk tempat penyimpanan khusus. Kelompok terbesar
dari terpenoid adalah sesquiterpen yang juga merupakan penyusun minyak atsiri.
Contoh yang cukup dikenal dari kelompok ini adalah poligodial dan warburganal
yang merupakan zat penolak makan berbagai jenis serangga. Diterpenoid, seperti
asam resin (misalnya: asam abietat) dari tumbuhan keluarga pinus-pinusan dan
klerodan (misalnya: ajugarin dari tumbuhan Ajuga remota) merupakan zat penolak
makan bagi serangga. Triterpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang
tersebar luas dan beragam. Perwujudan dari senyawa ini dapat berupa resin,
kutin maupun semacam gabus. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah limonoid
(misalnya: azadirachtin), lantaden, dan cucurbitacin (misalnya: cucurbitacin
B). Azadirachtin terkenal sebagai zat penolak makan yang sangat kuat bagi
serangga. Demikian juga dengan cucurbitacin.
3. Fenolik
Fenolik merupakan kelompok senyawa aromatis dengan gugus fungsi hidoksil.
Cara klasik untuk mendeteksi senyawa fenol sederhana ialah dengan menambahkan
larutan besi (II) klorida 1 %. Pigmen fenolik warnanya dapat dilihat selama
proses isolasi dan proses pemurnian. Salah satu golongan fenolik yaitu melamin
tumbuhan pada penguraian basa yang menghasilkan fenol sederhana. Fenolik merupakan senyawa yang
banyak ditemukan pada tumbuhan. Fenolik memiliki cincin aromatik dengan satu
atau lebih gugus hidroksi (OH-) dan gugus-gugus lain penyertanya. Senyawa ini
diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol kebanyakan
memiliki gugus hidroksi lebih dari satu sehingga disebut sebagai polifenol.
Fenol biasanya dikelompokkan berdasarkan jumlah atom karbon pada kerangka
penyusunnya.
Kelompok terbesar dari senyawa fenolik adalah
flavonoid, yang merupakan senyawa yang secara umum dapat ditemukan pada semua
jenis tumbuhan. Biasanya, satu jenis tumbuhan mengandung beberapa macam
flavonoid dan hampir setiap jenis tumbuhan memiliki profil flavonoid yang khas.
Flavonoid
adalah kelompok senyawa fenil propanoid dengan kerangka karbon C6-C3-C6.
Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstraksi dengan
etanol 70%. Flavonoid merupakan senyawa fenol. Oleh karena itu, warnanya akan
berubah jika bertambah basa atau ammonia. Inti flavonoid biasanya
berikatan dengan gugusan gula sehingga membentuk glikosida yang larut dalam
air. Pada tumbuhan, flavonoid biasanya disimpan dalam vakuola sel.
Flavonoid dan isoflavonoid adalah salah satu golongan senyawa metabolit
sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan, khususnya dari golongan
leguminoceae (tanaman berbunga kupu-kupu). Kandungan senyawa flavonoid dalam
tanaman sangat rendah yaitu sekitar 25 %. Senyawa-senyawa tersebut pada umunya
dalam keadaan terikat / konjugasi dengan senyawa gula.
Secara umum, flavonoid dikelompokkan lagi menjadi
kelompok yang lebih kecil (sub kelompok), yaitu:
a. Flavon,
contoh: luteolin
b. Flavanon,
contoh: naringenin
c. Flavonol,
contoh: kaempferol,
d. Antosianin
dan
e. Calkon.
Beberapa jenis flavon, flavanon dan flavonol
menyerap cahaya tampak, sehingga membuat bunga dan bagian tumbuhan yang lain
berwarna kuning atau krem terang. Sedangkan jenis-jenis yang tidak berwarna
merupakan zat penolak makan bagi serangga (contoh: katecin) ataupun merupakan
racun (contoh: rotenon). Rutin, yang merupakan glikosida flavonol yang tersebar
di hampir semua jenis tumbuhan, juga merupakan zat penolak makan yang kuat bagi
serangga polifagus, seperti Schistocerca americana. Sementara itu paseolin,
dilaporkan merupakan glikosida flavonol yang paling efektifsebagai zat penolak
makan bagi serangga. Pada percobaan dengan kumbang pemakan akar, Costelytra
zealandica, paseolin memberikan nilai FD50 yang sangat rendah, yaitu 0.03 ppm.
Tanin merupakan senyawa polifenol dengan berat molekul antara 500 sampai dengan
20000 dalton. Pada sel tumbuhan, tanin selalu berikatan dengan protein sehingga
disebut merupakan zat yang menurunkan nilai nutrisi dari jaringan tumbuhan bagi
pemakannya.
4. Saponin
Saponin adalah kelompok senyawa
dalam bentuk glikosida atau steroid. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan
yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi
yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer, saponin sangat beracun
untuk ikan dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun
ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa saponin juga digunakan sebagai anti
mikroba.
Saponin memiliki karakteristik berupa buih.
Sehingga ketika direaksikan dengan air dan dikocok maka akan terbentuk buih
yang dapat bertahan lama. Saponin mudah larut dalam air dan tidak larut dalam
eter. Saponin memiliki rasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi
pada selaput lendir. Jika digunakan dengan benar saponin dapat bermanfaat sebagai sumber
anti bakteri dan anti virus, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan vitalitas, mengurangi kadar gula dalam
darah, dan mengurangi penggumpalan darah.
Dikenal dua jenis saponin, yaitu
glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid. Kedua jenis
saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter. Saponin
steroid paling umum ditemukan dalam keluarga liliceae, amarillidaceae, dan
droscoreaceae.
5. Kumarin
Kumarin adalah kelompok senyawa
fenil provanoid dengan kerangka benzene dan pirin C6-C3.
Hampir semua kumarin alam mempunyai oksigen. Kumarin terdapat dalam semua
bagian tumbuhan dan tersebar luas di dunia tumbuhan, tetapi yan terutama
terdapat dalam rumput-rumputan (graminae), angrek, jeruk (rutaceae), dan
polong-polongan (leguminasae). Kumarin yang paling umum terdapat pada tumbuhan
tinggi ialah skopoletin.
Kumarin mempunyai berbagai efek
fisiologi terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan. Pada tumbuhan efeknya adalah
menghambat atau menstimulasi asam indol-3-asetat oksidase, menstimulasi
produksi etilena, menghambat sintesis selulosa. Pada hewan, kumarin mempunyai
efek toksik terhadap mikroorganisme dan dapat membunuh serangga.
6. Zat warna Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna yang mencapai kromospor dasar, seperti
kromospor pada benzo kuinon yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon. Untuk mengidentifikasi kuinon,
dapat dipilih empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon,
kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya
terhidrolisasi dan bersifat senyawa fenol. Dengan demikian, diperlukan
hidrolisis asam untuk melepaskan kuinon bebasnya.
7. Glukosinolat dan sianogenik
§ Glukosinolat
Glukosinolat
merupakan metabolit sekunder yang dibentuk dari beberapa asam amino dan
terdapat secara umum pada Cruciferae (Brassicaceae). Glukosinolat dikelompokkan
menjadi setidaknya 3 kelompok, yakni :
a. Glukosinolat
alifatik (contoh: sinigrin), terbentuk dari asam amino alifatik (biasanya
metionin),
b. Glukosinolat
aromatik (contoh: sinalbin), terbentuk dari asam amino aromatik (fenilalanin
atau tirosin) dan
c. Glukosinolat
indol, yang terbentuk dari asam amino indol (triptofan).
Keragaman jenis glukosinolat tergantung
pada modifikasi ikatannya dengan gugus lain melalui hidroksilasi, metilasi dan
desaturasi. Hidrolilis dari glukosinolat terjadi karena adanya enzim
mirosinase, sehingga menghasilkan beberapa senyawa beracun seperti
isotiosianat, tiosianat, nitril, dan epitionitril. Senyawa-senyawa tersebut merupakan
racun bagi serangga yang bukan spesialis pemakan tumbuhan Cruciferae, dan
merupakan zat penolak makan bagi ulat kilan, Trichoplusia ni.
§ Sianogenik
Semua jenis tumbuhan mempunyai kemampuan untuk
mensintesis glikosida sianogenik.Namun, tidak semua jenis tumbuhan mengumpulkan
senyawa ini dalam sel-selnya. Pada famili Rosaceae, senyawa ini disimpan pada
vakuola. Pada saat sel tumbuhan dirusak, glikosida sianogenik akan dihidrolisis
secara enzimatis menghasilkan asam sianida (HCN) yang sangat beracun dan
merupakan zat penolak makan serangga dengan spektrum yang luas.
E. Jalur Metabolisme
Biosintesis metabolit sekunder sangat beragam tergantung dari goIongan
senyawa yang bersangkutan. Jalur yang biasanya dilalui dalam pembentukan
metabolit sekunder ada tiga jalur, yaitu jalur asam asetat, jalur asam sikimat,
dan jalur asarn mevalonat.
1. JaIur asam asetat
Poliketida meliputi golongan yang besar
bahan alami yang digolongkan bersarna berdasarkan pada biosintesisnya. Poliketida adalah senyawa fenol yang berasal dari
jalur asetat-malonat, mempunyai kerangka dasar aromatik yang disusun oleh
beberapa unit yang terdiri dari dua atom C. Senyawa poliketida merupakan suatu
rantai poliketometilen [-(CH2 – CO)n-]. Metabolit sekunder yang merupakan
turunan poliketida antara lain : quinon, benzophenon & xanthone, depsine
& depsidon, aflatoksin, tetrasiklin dan antibiotik makrolida.
Keanekaragaman struktur dapat dijelaskan
sebagai turunan rantai poli-ß-keto, terbentuk oleh koupling unit-unit asam
asetat (C2) via reaksi kondensasi, misalnya
n CH3CO2H [CH3C0]n –
Termasuk poliketida adalah asam temak,
poliasetilena, prostaglandin, antibiotika makrolida, dan senyawa aromatik
seperti antrakinon dan tetrasiklina. Pembentukan rantai poli-ß-keto dapat
digambarkan sebagai sederet reaksi Claisen, keragaman melibatkan urutan
ß-oksidasi dalam metabolisme asam lemak. Jadi, 2 molekul asetil-KoA dapat ikut
serta datam reaksi Claisen membentuk asetoasetil-KoA, kemudian reaksi dapat
berlanjut sampai dihasilkan rantai poli-ß-keto yang cukup. Akan tetapi studi
tentang enzim yang terlibat dalam biosintesis asam Iemak belum terungkap secara
rinci. Namun demikian, dalam pembentukan asam lemak melibatkan enzim asam Iemak
sintase seperti yang dibahas di atas.
2. Jalur asam sikimat
Jalur asam sikimat merupakan jalur alternatif menuju
senyawa aromatik, utamanya L-fenilalanin. L-tirosina. dan L-triptofan. Jalur
ini berlangsung dalam mikroorganisme dan tumbuhan, tetapi tidak berlangsung
dalam hewan, sehingga asam amino aromatik merupakan asam amino esensial yang
harus terdapat dalam diet manusia maupun hewan. Zantara pusat adalah asam
sikimat, suatu asam yang ditemukan dalam tanaman IlIicium sp. beberapa tahun
sebelum perannya dalam metabolisme ditemukan. Asam ini juga terbentuk dalam
mutan tertentu dari Escherichia coli. Adapun contoh reaksi yang terjadi dalam
biosintesis asam polifenolat tercantum dalam Gambar 3 — 7. Dalam biosintesis
L-triptofan dan asam 4-hidroksibenzoat juga terjadi zantara asam korismat.
Jalur shikimat
menghasilkan metabolit sekunder antara lain : cinnamic acid, gallic acid, dan
senyawa-senyawa aromatik.
3. Jalur asam
mevalonat (jalur isoprenoid)
Jalur mevalonat
merupakan salah satu jalur biosintesa metabolit sekunder dengan precursor
berupa senyawa lima atom C yang bercabang seperti tergambar di bawah ini. Metabolit sekunder yang merupakan turunan dari mevalonat meliputi :
terpen, steroid dan karotenoid.
Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan keragaman
struktur yang besar dalam produk alami yang diturunkan dan unit isoprena (C5)
yang bergandengan dalam model kepala ke ekor (head-to-tail), sedangkan unit
isoprena diturunkan dari metabolisme asam asetat oleh jalur asam mevalonat
(mevalonic acid : MVA).
|
OH
|
|
CH3
|
OH
|
O2C
|
Mevalonat
|
4. Metabolit turunan asam amino
Beberapa
contoh metabolit sekunder turunan asam amino adalah jenis-jenis antibiotik, seperti
: cycloserine, antibiotik β lactam (penicillin, cephalosporin), antibiotik
peptida (bacitracin) dan chromopeptida (actinomycin).
5. Metabolit turunan langsung dari karbohidrat
Contoh
metabolit sekunder yang merupakan turunan langsung dari karbohidrat sebagai
precursornya adalah kojic acid, mannitol dan gluconic acid. Metabolit-metabolit
sekunder tersebut diturunkan secara langsung dari glukosa tanpa memecah rantai
karbonnya
6. Metabolit hasil kombinasi
biosintesis
a. Asam amino – isoprenoid
Sebuah unit beratom C5 dari
dimetilalil difosfat seringkali digabungkan dengan sebuah struktur yang
diturunkan dari satu atau lebih asam amino (triptofan dan metionin), contohnya
: ergot alkaloid pada Claviceps sp. Selain itu penggabungan antara asam
amino triptofan, sebuah isoprenoid dan dua unit asetat pada Penicillium
cyclopium menghasilkan cyclopiazonic acid (suatu mikotoksin)
b. Poliketida – isoprenoid
Contoh: antibiotik
siccanin yang dihasilkan oleh Helminthosporium siccans
c. Poliketida – komponen siklus Krebs
Penicillium spiculisporum dapat menghasilkan decylcitrat yang merupakan
substitut dari asam sitrat atau asam homositrat. Decylcitrat dihasilkan dari
penggabungan antara lauroil-CoA (poliketida) dan asam oksaloasetat (komponen
siklus Krebs).
F. Fungsi Metabolit Sekunder
Beberapa fungsi
metabolit sekunder :
1.
Proteksi terhadap serangan mikroba,
seperti :
a. Fitoaleksin, senyawa pertahanan yang
dapat diinduksi
-
Struktur bermacam-macam
-
Disintesis di
dalam sel di sekitar sel yang terinfeksi
-
Terakumulasi dalam konsentrasi yang
tinggi pada sel yang mati
b.
Elisitor-senyawa
kimia spesifik yang menginduksi respons mekanisme pertahanan tumbuhan
2.
Proteksi terhadap serangan/gangguan
herbivora
a.
Umumnya bersifat konstitutif
b.
Pestisida alami pada tumbuhan dapat
mencapi 10% berat kering, dimana tumbuhan liar memiliki potensi sebagai toksin.
3.
Proteksi terhadap gangguan lingkungan
a.
Proteksi terhadap UV, contoh :
antosianin, kutikula
b.
Osmoproteksi, contoh : prolin,
glisin, betain
4.
Agen alelopati, menghambat pertumbuhan
tanaman di sekitarnya (kompetisi)
5.
Menarik serangga pollinator dan hewan
herbivora untuk membantu penyebaran biji seperti pigmen, minyak wangi dan biji
seringkali terlindungi oleh adanya toksin.
Industri maju, seperti yang kita saksikan sekarang
tidak akan pernah ada tanpa dukungan pengembangan dan penyempurnaan teknologi
sebelumnya secara berkesinambungan. Dalam perkembangannya, teknologi bergerak
dalam tiga tahap yang berbeda; penelitian, pengembangan dan pemasyarakatan
(komersial). Di awali dengan penelitian dasar yang kurang memperhatikan
kegunaan dari hasil penelitian, dilanjutkan dengan penelitian terapan yang
bertujuan mencari keterangan lanjutan untuk program pengembangan, dan akhirnya
dikembangkan dengan rancangan rekayasa, baik terhadap produk maupun cara pengolahan
dalam menciptakan barang-barang
baru untuk dimasyarakatkan atau dipasarkan. Dalam dua abad terakhir ini,
setidaknya ada tiga jenis revolusi dalam industri; industri batubara dan kereta
api, industri minyak dan kimia serta industri elektronika dan bioteknologi.
Yang paling baru dan ramai dibicarakan dewasa ini adalah revolusi industri
bioteknologi, sebagai hasil dari penemuan dan meluasnya pengetahuan dasar
tentang proses kehidupan pada tingkat molekul, sel dan genetik. Melalui
bioteknologi, banyak permasalahan bersifat biologik yang pada masa lampau belum
diketahui para ahli, sekarang telah dapat dipecahkan. Bioteknologi dan rekayasa
genetik yang menyajikan pemecahan baru terhadap masalah yang bersifat biologik
telah dapat menantang para ahli untuk lebih menaruh perhatian yang besar dalam
bidang ini. Berangkat dari dataran pemikiran yang membatasi bioteknologi
sebagai sebuah sistem pendekatan baru dalam mengubah bahan mentah melalui
pengubahan yang bersifat biologik menjadi produk yang berguna, maka paduan
ilmu di bidang biologi, biokimia dan rekayasa ini diharapkan menghasilkan
penemuan baru atau penyempurnaan dalam pemecahan masalah kesehatan, pertanian
dan lingkungan.
Bahkan sampai saat inipun menurut perkiraan badan
kesehatan dunia (WHO), 80% penduduk dunia masih menggantungkan dirinya pada
pengobatan tradisional termasuk penggunaan obat yang berasal dari tanaman.
Sampai saat ini seperempat dari obat-obat moderen yang beredar di dunia berasal
dari bahan aktif yang diisolasi dan dikembangkan dari tanaman. Sebagai contoh
misalnya aspirin adalah analgesik yang paling popular yang diisolasi dari
tanaman Salix dan Spiraea, demikian pula paclitaxel dan
vinblastine merupakan obat antikanker yang sangat potensial yang berasal dari
tanaman. Permasalahannya adalah bagaimana
menjaga tingkat produksi obat herbal tersebut dengan bahan baku obat herbal
yang terbatas, karena sebagian besar bahan baku obat herbal diambil dari
tanaman induknya. Di khawatirkan bahwa sumber daya hayati ini akan musnah
disebabkan oleh adanya kendala dalam budidayanya. Bahkan disinyalir bahwa bahan
obat herbal yang diproduksi dan diedarkan di Indonesia saat ini sebagian besar
bahan bakunya sudah mulai diimpor dari beberapa negara lain.
Peranan bioteknologi dalam budidaya, multiplikasi,
rekayasa genetika, dan skrining mikroba endofit yang dapat menghasilkan
metabolit sekunder sangat penting dalam rangka pengembangan bahan obat yang
berasal dari tanaman obat ini. Bahkan dengan kemajuan yang pesat dalam bidang
bioteknologi ini telah dapat dihasilkan beberapa jenis tanaman transgenik yang
dapat memproduksi vaksin rekombinan.
Salah satu bentuk perkembangan bioteknologi adalah
proses peningkatan produksi terhadap produk metabolit sekunder. Hal ini
dilakukan untuk dapat menghasilkan suatu produk metabolit sekunder yang
bersifat unggul dan dalam jumlah melimpah.
Permasalahnya
saat ini adalah bagaimana peranan bioteknologi dapat membantu meningkatkan
produksi metabolit sekunder dari mikroba, maupun teknik bioteknologi lainnya.
Dari jurnal-jurnal yang sudah di review didapatkan bahwa beberapa senyawa bahan
alam dapat dihasilkan oleh beberapa spesies mikroba.
1.
Rekayasa Genetika
Kemajuan
yang
telah dicapai dalam bidang bioteknologi dan
teknik
DNA rekombinan telah membantu mempercepat dan meningkatkan berbagai penelitian
menuju ke arah pemahaman tentang biosintesis metabolit sekunder. Berbagai
penelitian telah berhasil mengidentifikasi beberapa enzim yang berperan penting
dalam jalan metabolisme, dan telah berhasil dilakukan rekayasa dan manipulasi
terhadap enzim-enzim tersebut. Teknik rekayasa genetika dengan melakukan
transformasi genetik telah dilakukan untuk memanipulasi lebih dari 120 jenis
spesies dari sekitar 35 famili tanaman menggunakan perantara bakteri
Agrobacterium ataupun transformasi langsung. Agrobacterium tumafaciens,
dan Agrobacterium rhizogenes, merupakan bakteri Gram negatif yang terdapat
di dalam tanah yang menyebabkan tumor crown gall dan hairy root pada tanaman.
Bakteri Agrobacterium tumafaciens mengandung megaplasmid yang
berperan penting dalam induksi tumor tanaman yang diberinama Ti plasmid. Selama
proses infeksi, T-DNA yang merupakan segmen penting dari Ti plasmid ditransfer
ke dalam nukleus sel yang terinfeksi dan terintegrasi ke dalam kromosom
hospesnya. Sedangkan bakteri A. rhizogenes dapat menginduksi
proliferasi multi branched di tempat akar yang terinfeksi, sehingga
disebut dengan “hairy root”. Melalui infeksi ini dapat ditransfer T-DNA yang
dikenal dengan root inducing plasmid (Ri plasmid), dan kemudian dapat
terintegrasi ke dalam kromosom sel tanaman.
Kemampuan bakteri Agrobacterium tumafaciens,
dan A. rhizogenes yang mampu masuk ke dalam nukleus dan berintegrasi
ke dalam kromosom tanaman inilah yang dimanfaatkan oleh para peneliti
bioteknologi untuk melakukan modifikasi secara genetik guna meningkatkan
produksi matabolit sekunder tanaman obat, baik tanaman dikotil ataupun monokotil.
Transformasi genetik terhadap tumbuhan obat telah banyak yang berhasil
dilakukan. Beberapa di antaranya adalah transformasi genetic menggunakan Agrobacterium
tumafaciens terhadap tanaman transgenik Azadirachta indica yang
mengandung rekombinan plasmid pTiA6 , Atropa belladonna, dan Echinea
purpurea dan terbukti dapat meningkatkan komposisi alkaloid secara
signifikan.
Demikian pula transformasi genetic
menggunakan Agrobacterium rhizogenestelah berhasil meningkatkan produksi
artemisin sebesar 4.8 mg/ L, dari kultur selArtemisia annua L, dan dapat
meningkatkan produksi alkaloid puerarin dari kultur selPueraria phaseoloides.
Berbagai jenis tanaman lain juga telah diteliti peningkatan kadar metabolit
sekunder yang dihasilkannya melalui transformasi genetik denganAgrobacterium
rhizogenes antara lain adalah terhadap kultur sel/jaringan yang berasal
dari tanaman Aconitum heterophyllum, Digitalis lanata, Papaver
somniferum L, danSolanum aviculare.
2. Produksi antibiotik dengan memanfaatkan mikroba
Peranan mikroba sendiri dalam usaha peningkatan
hasil metabolit sekunder memegang peranan yang cukup penting. Di mana mikroba
yang terlibat dalam peningkatan metabolit sekunder termasuk di antaranya adalah
antibiotik, pigmen, toksin, kompetisi ekologi dan simbiosis, feromon, enzim
inhibitor, imunomodulating agents, reseptor antagonis dan agonis, petisida,
anti tumor agents,dan growth promoters dari tanaman dan hewan.
Sehingga mikroba berpengaruh penting dalam kehidupan (Demain, 1998).
Selain itu juga diketahui bahwa aktifitas metabolit
sekunder dari mikroba terbagi menjadi dua yaitu :
Metabolit sekunder dengan aktifitas non-antibiotik
yaitu :
a. Antitumor agents
b. Protease/peptides inhibitors
c. Inhibitors of cholesterols biosynthesis
d. Inhibitor Angiotensin-Converting Enzyme
(ACE)
e. Inhibitor lain
f. Immunosupresant.
Metabolit sekunder dengan aktifitas antibiotik,
yaitu :
a. Antibacterial agents
b. Antifungal agents
Produksi antibiotik sendiri saat ini menggunakan
berbagai teknik produksi, teknik umum yang sering digunakan terutama adalah
memproduksi antibiotik adalah fermentasi dan modifikasi senyawa kimia dari
hasil fermentasi.
Antibiotik merupakan molekul kecil yang disintesis
oleh enzim. Aktifitas enzim sangat diperlukan dalam setiap jalur kompleks,
selain itu juga penting untuk diketahui bahwa ada pengaruh fisiologis untuk
mampu meningkatkan produksi fermentatif bagi organisme penghasil antibiotik.
Produksi dari metabolit sekunder sendiri dihasilkan setelah fase pertumbuhan
terhenti. Karena banyak antibiotik yang dihasilkan oleh
organisme spore-forming (Streptomyces yang merupakan prokariot
dan filamentous fungiyang merupakan eukariot) dan karena produk antibiotik
dan sporulaton baru mulai dihasilkan pada awal fase stasioner, salah
satu dugaan, proses ini terjadi dengan menggunakan mekanisme overlapping,
yang dimodulasi oleh intercellular signaling molecules. Termasuk juga
sinyal dari peptida dan lakton membran permeabel mirip dengan lakton
acyl-homoserine yang dikenal bekerja sebagai quorum-sensing signal dalam
bakteri Gram-negatif.
Bagaimanapun juga dalam beberapa kasus diketahui
bahwa tidak ada ikatan yang kuat antara formasi spora dan produksi antibiotik,
hal ini sanagat jelas dalam produksi antibiotik melalui nonsporulating
organism. Sebagai contoh dari tipikal Gram-negatif,quorum signal lakton
N-Hexanoyl homoserin menginduksi produksi dari carbapenem yang dihasilkan
oleh Erwinia carotovora (yang masih behubungan dengan E. Coli)
dengan melakukan ikatan secara langsung kepada operon protein repressor yang memproduksi
carbapenem, juga dalam beberapa spesies Streptomyces, juga pada
reseptor sistolik untuk aktifasi secara langsung dari lakton pada transkripsi
gen untuk produksi antibiotik dengan cara yang sama.
Syarat untuk melakukan proses difusi adalah melalui
sinyal quorum-sensing yang merupakan bagian dari penjelasan fakta
bahwa produksi antibiotik sangat terbatas pada fase stasioner, dimana kepadatan
sel akan menjadi lebih tinggi. Hipotesis yang dapat diambil pada kepadatan sel
yang rendah, pertumbuhan secara cepat dan oleh sebab itu metabolisme primer
merupakan prioritas utama dan hanya pada saat pertumbuhan menjadi perlahan saat
kepadatan sel tinggi, menyebabkan sel mengeluarkan banyak energi untuk bias
memproduksi metabolit sekunder, yaitu berupa antibiotik. Banyak organisme
yang memproduksi antibiotik justru kurang produktif dengan adanya kelebihan
sumber karbon, seperti misalnya glukosa. Hal ini mengingatkan pada
fenomena catabolite repression yang kita ketahui dalam E. coli.
Untuk mengatasi catabolite repression, sumber karbon harus ditambahkan
kedalam kultur medium dengan hati-hati.
Dalam banyak kasus, kelebihan komponen nitrogen atau
fosfat dalam medium fermentasi yang mengalami pengurangan produksi antibiotik.
Keuntungan secara ekologi dari regulasi kemungkinan mirip
dengan catabolite repression. Fosfat ditunjukkan untuk menghambat
transkripsi dari beberapa gen untuk sintesis antibiotik, dan regulasi ini
dihilangkan dalam tubuh mutants dengan melakukan delesi dari PhoR-PhoP dari dua
komponen sistem regulasi.
Beberapa ilmuwan menduga antibiotik sendiri adalah
sebagai produk akhir, kemungkinan usaha negatif-feedback
regulation dalam proses sintesis. Data pendukung berasal dari penelitian
dengan penambahan penicillin ke dalam kultur dari penicillin -produksi jamur
ternyata menghambat sintesis dari antibiotik. Ternyata tingkatan dari
penicillin exogenous untuk menghambat diperlukan dalam dalam jumlah tinggi
dengan adanya overproduksi dari penicillin, menyatakan bahwa resistensi
dari feedback inhibitionmerupakan sedikit factor dalam overproduksi dalam
strain ini.
Metabolit sekunder disintesis dari metabolit primer,
jadi produksi lebih efesien dari antibotik memerlukan arus stabil dari
prekursor. Dalam banyak kasus, produksi dari prekursor terjadi suatu regulasi
yang mekanismenya telah diketahui. Sebuah contoh menarik bagaimana regulasi
dari suplai prekursor dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi produksi
antibiotik yaitu berupa kondisi kultur dari produksi α-asam aminoadipik, sebuah
prekursor untuk biosintesis β-laktam. Dalam jamur, α-asam aminoadipik adalah
intermediate dalam jalur biosintesis lisin, karena lisin merupakan produk akhir
dari jalur biosintesis, dimana level dari lisinnya tinggi sehingga menutupi
proses biosintesis dengan menghambat enzim pertama dari jalur (feedback
inhibition). Hasilnya akan menyebabkan kekurangan intermediate yang ada di
jalur, termasuk α-asam aminoadipik, jadi kehadiran dari lisin yang berlebih
akan menghambat dengan kuat produksi penicillin dari fermentasi P. Chrysogenum,
namun sebaliknya dengan penambahan lisin berlebihan menjadi stimulat pada
produksi cephamisin C daristreptomyces. Hal ini disebabkan α-asam aminoadipik
disintesis secara total melalui rute lain dalam eubacteria, lisin berfungsi sebagai
prekursor.
Selain α-asam aminoadipik, biosintesis dari
penisilin atau cephalosporin
memerlukan kehadiran sistein dan valin, Cara pembuatan sistein dibuat berbeda
dalam jenis berbeda dan bahkan berbagai strain. P.chrysogenum, lebih
banyak mengandung atom sulfur dari sistein yang merupakan turunan dari
inorganik sulfat didalam medium. Hal ini berbeda dengan A. chrysogenum,
dimana produksi dari cephalosporin diturunkan lebih banyak dari sistein
dibandingkan dari metionin melalui reaksi transsulfuration. Dalam kasus
ini metionin ditambahkan sebagai stimulat kuat produksi cephalosporin dan akan
mengurangi suplai sistein. Selain itu, ketika beberapa jenis produksi lebih tinggi jumlah
cephalosporin C yang telah diteliti,
muncul
sebuah hubungan proporsional antara tingkat sistationin dan γ-lyase, yaitu
sebuah enzim yang terlibat dalam produksi sistein.
Dari beberapa pengembangan secara empirik dapat
dibuat kondisi fermentasi untuk produksi antibiotik. Ternyata banyak proses
fermentasi dilakukan dalam dua tahapan, dimulai dari tahapan spora, dengan
aerasi yang cukup dan suplai nutrient yang baik maka akan dihasilkan sel dengan
kepadatan tinggi. Tahapan ke dua adalah pada saat kultur dalam kondisi
stasioner atau berhenti pertumbuhannya dan memulai produksi antibiotik dengan
tetap memperhatikan nutrisi yang diberikan, dengan dikontrol secara hati-hati
mengunakan continuous-feed processes.
Yang menyebabkan proses fermentasi untuk produksi
penisilin jauh lebih baik dijelaskan dalam literature, daripada antibiotik
lainnya. Dari data publikasi menunjukkan bahwa saat ini tersedia dalam
strain P. chrysogenum, fraksi besar dari karbon dari glukosa ditambahkan
ke dalam jalur penisilin G. Perhatian khusus harus di bayar untuk menyediakan
hanya jumlah yang cukup dari prekursor rantai samping phenylacetic asam yang
beracun, oleh karena itu harus ditambahkan dengan perlahan
menggunakancontinuous-feed processes.
Secara umum proses fermentasi menggunakan
proses batch fermentation, di mana sejumlah medium dimasukkan ke
dalam tank yang steril dan di inokulasi dengan mikroorganisme. Kultur akan siap
menuju fase lag dan exponensial dari pertumbuhan dan akhirnya mendekati fase
stasioner, di mana di fase ini hampir tidak ada kenaikan kepadatan dari
organisme, proses batch fermentation merupakan sistem tetutup,
sedangkan sistem terbuka dapat menggunakan continuous fermentation. Medium
steril dan segar ditambahkan secara konstan dengan jumlah yang sama dari medium
yang mengandung mikroorganisme sehingga mengeluarkan produk secara konstan.
Kelebihan dari continuous fermentation sendiri adalah medium akan
menghasilkan produk dengan konsentrasi tinggi, sedangkan dalam batch
fermentation justru banyak waktu yang akan terbuang untuk menunggu medium
mencapai konsentrasi produktif. Walaupun continuous fermentation memiliki
beberapa kelebihan, dalam skala industri hanya sedikit produk yang bisa
dihasilkan karena continuous fermentation merupakan sistem terbuka,
maka sangat sulit untuk menghindarkan dari kontaminan.
Metode bioteknologi telah terbukti dapat meningkatkan
beberapa produksi beberapa metabolit sekunder pada tanaman. Salah satu metode
bioteknologi yang dimanfaatkan untuk memproduksi metabolit sekunder yaitu
kultur jaringan tanaman. Kultur jaringan yaitu metode perbanyakan organ,
jaringan, sel, atau bagian sel di dalam suatu media yang sessuai secara aseptic
dengan tujuan tertentu yang sifat-sifatnya akan sama dengan sifat genetik
induknya.
Prinsip budidaya melalui kultur jaringan bertitik
tolak dari teori sel yang ditemukan oleh Schleiden dan Schwann, bahwa sel memiliki
kemampuan autonom bahkan memiliki sifat totipotensi. Totipotensi merupakan
kemampuan tiap-tiap sel yang diambil dari bagian manapun, yang jika diletakkan
pada lingkungan sesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna.
Disamping faktor habitat tumbuh pada tempat yang sukar
dicapai dan umur yang panjang, variasi kandungan metabolit penting, karena
genotype dan lingkungan telah menimbulkan masalah untuk produksi skala
industri. Oleh karena itu, penggunaan sisitem in vitro membuka suatu
alternative yang menarik untuk produk-produk yang suplai bahan mentahnya tidak
dapat dipastikan.
BAB
III
KESIMPULAN
Metabolit
sekunder adalah senyawa yang tidak terlibat langsung dalam pertumbuhan,
perkembangan, dan reproduksi makhluk hidup. Metabolit sekunder memegang peranan
penting sebagai system pertahanan terhadap virus (bakteri dan fungi), herbivora (molusca,
anthropoda dan vertebrata), tanaman lain (melalui allelopati), sebagai atractan
bagi binatang membantu polinasi dan penyerbukan, penyimpanan nitrogen, sistem
transport nitrogen dan proteksi terhadap sinar UV.
Metabolit
sekunder digunakan organisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Metabolisme sekunder (juga disebut metabolisme khusus)
adalah istilah untuk jalur dan molekul kecil produk dari metabolisme yang tidak
mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme.
Beberapa fungsi
metabolit sekunder :
1. Proteksi
terhadap serangan mikroba
2. Proteksi
terhadap serangan/gangguan herbivora
3. Proteksi
terhadap gangguan lingkungan
4. Agen
alelopati, menghambat pertumbuhan tanaman di sekitarnya (kompetisi)
5. Menarik
serangga pollinator dan hewan herbivora untuk membantu penyebaran biji seperti
pigmen, minyak wangi dan biji seringkali terlindungi oleh adanya toksin.
DAFTAR PUSTAKA
Dalimonthe, S.L,
1987. Kultur jaringan sebagai sarana untuk menghasilkan metabolit sekunder. Dalam
buku Risalah Seminar Nasional Metabolit Sekunder. 1987. (Ed) Suwijiyo pramono,
D. Gunawan dan C.J. Soegihardjo, 6-9 September, Yogyakarta. PAU Bioteknologi
UGM. Hal. 157-162.
Demain
AL. (1998). Induction of Microbial Secondary Metabolism. International Microbiol.
Glazer
AN., Nikaido H. (2007). Microbial Biotechnology: Fundamentals Of Applied
Microbiology Second Edition. Cambridge University Press.
Hahn
EJ., YS Kim, KW. Yu, CS Jeong,KY Paek. (2003). Adventitious Root Cultures
of PanaxGingseng and Ginsedoside Production Though Large Scale Bioreactor
System. J Plant Biotechnol.
Harbone, J. B., 1996. Recent advance in chemical
ecology. Natural Product Reports 12: 83-98.
Lu
H., WX. Zou, JC. Meng, J. Hu, and RX Tan. (2000). New Bioactive
Metabolites Produced by Colletotrichum sp., an Endophytic Fungus in Artemisia
annua. Plant Sci.
Maksum
R. (2004). Pemberian Vakasin melalui Tanaman Trangenik. Maj. Ilmu
Kefarmasian Indonesia.
Maksum
R. (2005). Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit Dalam Perkembangan
Obat Herbal. Maj. Ilmu Kefarmasian Indonesia.
Stafford
A., P. Morris, MW. Fowler.(1986). Plant cell Biotchnology: A
perspective. Enzyme Microbial Tech.
Strobel,GA.(2002).Microbial
gifts from rain forests. Can. J. Plant Pathol.
http://wardhafla.blogspot.com/2012/01/metabolisme-sekunder.html?m=1 diakses pada tanggal 06 oktober 2012 pukul 22.00.
http://thophick.blogspot.com/2012/09/produksi-metabolit-sekunder-pada.html?zx=be83e03578d53703 diakses pada 06 oktober 2012 pukul 22:06.
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/medicine-history/2266386-obat-antibiotik-dari-hasil-bioteknologi/#ixzz28XGtr500 diakses pada tgl 6 oktober 2012
pukul 22.15.
apa saja kegunaan alkaloid dalam bidang bioteknologi?
ReplyDeleteproduk apa yang sudah dihasilkan ?