BAB I
PENDAHULUAN
Bentuk
sediaan lepas lambat (Sustained release) banyak mendapatkan perhatian dalam
pengembangan sistem penghantaran obat
karena dibandingkan bentuk sediaan konvensional, bentuk lepas lambat memiliki
beberapa kelebihan. Antara lain sediaan lepas lambat dapat mengurangi efek samping,
mengurangi/menjarangkan jumlah penggunaan, mengurangi fluktuasi obat dan secara
umum dapat meningkatkan kenyamanan bagi pasien (Welling, 1997).
Kebanyakan
bentuk lepas lambat (sustained release) dirancang supaya pemakaian satu
unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat segera setelah
pemakaiannya, secara tepat menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan secara
berangsur-angsur dan terus menerus melepaskan sejumlah obat lainnya selama
periode waktu yang diperpanjang biasanya 8 sampai 12 jam (Ansel et al.,
2005).
Menurut
Rao et al, (2001), tujuan utama dari sediaan lepas lambat adalah untuk
mempertahankan kadar terapeutik obat dalam darah atau jaringan selama waktu
yang diperpanjang. Keunggulan bentuk sediaan ini menghasilkan kadar obat dalam
darah yang merata tanpa perlu mengulangi pemberian unit dosis.
Penghantaran obat ke reseptor atau
tempat bekerjanya obat sering terhambat dengan adanya efek samping obat ataupun
karena pelepasan obat tidak sesuai pada tempat kerjanya. Untuk itu, obat dibuat
dalam bentuk controlled release atau
sediaan lepas terkendali. Sediaan lepas terkendali ini mengatur pelepasan obat
di dalam tubuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas obat pada
reseptornya.
Sediaan
sustained release atau sediaan lepas
lambat merupakan bagian dari bentuk controlled
relese. Sediaan lepas lambat merupakan sediaan yang menyebabkan obat
terlepas ke dalam tubuh dalam waktu yang lama.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Sediaan Lepas Lambat
Sediaan
lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan obatnya
ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya pelepasannya
lebih lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel et al., 2005).
Dalam beberapa keadaan
penyakit, bentuk sediaan obat yang ideal adalah mampu memberikan jumlah obat
untuk sampai ke reseptor (tempat aksi obat) dan kemudian secara konstan
dipertahankan selama waktu pengobatan yang diinginkan. Pemberian obat dalam
dosis yang cukup dan frekuensi yang benar maka konsentrasi obat terapeutik steady
state di plasma dapat dicapai secara cepatdan dipertahankan dengan
pemberian berulang dengan bentuk sediaan konvensional peroral. Namun terdapat
sejumlah keterbatasan dari bentuk sediaan konvensional peroral (Collett and Moreton,
2002).
Adapun keterbatasan
bentuk sediaan konvensional peroral adalah: melepaskan secara cepat seluruh
kandungan dosis setelah diberikan, konsentrasi obat dalam plasma dan di tempat
aksi mengalami fluktuasi sehingga tidak mungkin untuk mempertahankan
konsentrasi terapetik secara konstan di tempat aksi selama waktu pengobatan,
fluktuasi konsentrasi obat dapat menimbulkan overdosis atau underdosis jika
nilai Cmax dan Cmin melewati jendela terapetik obat. Obat dengan t1/2
pendek membutuhkan frekuensi pemberian lebih sering untuk mempertahankan konsentrasi
obat dalam jendela terapeutik, dan frekuensi pemberian obat yang lebih sering
dapat menyebabkan pasien lupa sehingga dapat menyebabkan kegagalan terapi
(Collett and Moreton, 2002).
Gambar 1 Kurva
Hubungan antara Kadar Obat dalam Darah/Aktivitas
Obat terhadap Waktu dari Sediaan A: Conventional;
B: Sustained release;
C: Prolonged Action (Sulaiman,
2007)
Gambar 1 menunjukkan
perbandingan profil kadar obat di dalam darah yang diperoleh dari pemberian
bentuk sediaan konvensional, terkontrol (controlled-release), lepas
lambat (sustained-release). Tablet konvensional atau kapsul hanya
memberikan kadar puncak tunggal dan sementara (transient). Efek
farmakologi kelihatan sepanjang jumlah obat dalam interval terapeutik. Masalah
muncul ketika konsentrasi puncak dibawah atau diatas interval terapeutik,
khususnya untuk obat dengan jendela terapeutik sempit. Pelepasan orde satu yang
lambat yang dihasilkan oleh sediaan lepas lambat dicapai dengan memperlambat
pelepasan dari bentuk sediaan obat. Pada beberapa kasus, hal ini dapat
diperoleh melalui proses pelepasan yang kontinyu (Jantzen and Robinson,
1996).
Keuntungan bentuk
sediaan lepas lambat dibandingkan bentuk sediaan konvensional adalah sebagai
berikut (Ansel et al., 2005):
a.
Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah.
b.
Mengurangi frekuensi pemberian.
c.
Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien.
d.
Mengurangi efek samping yang merugikan.
e. Mengurangi biaya pemeliharaan
kesehatan.
Kelemahan sediaan lepas
lambat diantaranya adalah (Simon, 2001):
1) Kemungkinan
terjadinya kegagalan sistem lepas lambat sehingga bahan aktif yang relatif
tinggi dilepas sekaligus (dose dumping).
2) Lebih sulit
penanganan penderita apabila terjadi kasus keracunan atau alergi obat, karena
kandungan bahan aktif yang relatif lebih tinggi.
3)
Harga obat biasanya lebih mahal karena biaya pengembangan dan produksi
yang
relatif lebih tinggi.
Faktor - faktor yang berpengaruh dalam pembuatan sediaan
lepas lambat:
a) Faktor - faktor
biologis (Syukri, 2002)
1)
Waktu paruh biologis
Waktu paruh biologis
bertujuan menetapkan tingkatan terapi jangka waktu lama. Waktu paruh pendek
akan mengurangi frekuensi dosis. Obat-obat
dengan
waktu paruh panjang lebih dari 8 jam tidak dipakai dalam bentuk
sediaan
berkelanjutan karena efeknya sendiri sudah berkelanjutan, seperti
digoksin,
warfarin dan fenitoin.
2)
Absorbsi
Absorbsi bertujuan
untuk memperoleh keadaan dimana rata - rata pelepasan jauh lebih rendah
dibandingkan rata - rata absorbsi.
3)
Metabolisme
Obat
- obat yaang dimetabolisme sebelum absorbsi baik pada lumen atau
jaringan
usus dapat menunjukkan ketersediaan hayati yang menurun.
b) Faktor fisika –kimia
(Jantzen and Robinson, 1996):
1) Ukuran
dosis
2) Kelarutan
Senyawa dengan
kelarutan yang sangat rendah (< 0,01 mg/ml) sudah bersifat lepas lambat,
pelepasan obat dari bentuk sediaan dalam cairan gastrointestinal dibatasi oleh
kecepatan disolusinya.
3) Koefisien partisi
Senyawa
dengan koefisien partisi yang rendah akan mengalami kesulitan
menembus
membran sehingga bioavaibilitasnya rendah.
4) Stabilitas
Obat yang tidak stabil
dalam usus halus akan menunjukkan penurunan bioavaibilitas jika diberikan dalam
bentuk sediaan lepas lambat.
Mekanisme
Pelepasan Sediaan Lepas Lambat
E Difusi
Pada mekanisme ini,
obat dapat berdifusi keluar melalui sistem matriks.. Pada sistem reservoir,
inti obat dienkapsulasi dalam membran polimer, sehingga difusi obat melalui
membran dapat dikendalikan kecepatan pelepasannya. Mekanisme pelepasan obat
yang terjadi berawal dari terlarutnya obat di dalam membran dan diikuti oleh
difusi dan terlepasnya obat dari permukaan pada sisi lain dari membran.
Jika polimer tidak larut air, maka kelarutan obat dalam membran
merupakan faktor penting yang mendorong terjadinya difusi melintas membran.
Sedangkan jika membran merupakan polimer larut air,
sebagian polimer akan terlarut membentuk saluran-saluran yang merupakan panjang
lintasan difusi yang bersifat konstan.
E Disolusi
Obat disalut dalam bahan polimerik dan kecepatan disolusi polimer
menentukan kecepatan pelepasan obat. Sistem ini dapat
digunakan untuk menahan pelepasan obat melalui cara yang berbeda-beda. Salah
satunya dengan menempatkan partikel-partikel obat ke dalam penyalut yang
masing-masing memiliki ketebalan yang bervariasi, akibatnya pelepasan obat akan
terjasi secara bertahap. Partikel obat yang memiliki lapisan penyalut yang
paling tipis akan memberikan pelepasan yang segera, sehingga dapat memenuhi
konsentrasi obat yang dibutuhkan pada tahap awal pemberian dosis, sedangkan
lapisan penyalut yang lebih tebal akan memenuhi kadar obat yang dibutuhkan utuk
menjaga agar konsentrasi obat tetap konstan di dalam tubuh.
E Osmosis
Penempatan membran semipermeabel di sekeliling tablet, partikel
atau larutan obat, menyebabkan adanya pembentukan perbedaan tekanan osmotik
antara bagian dalam dan bagian luar tablet sehingga memompa larutan obat keluar
dari tablet melalui celah kecil dan
memberikan sifat pelepasan obat yang diperlama.
Pada sistem
ini, membran semipermeabel digunakan untuk mengendalikan kecepatan pelepasan
obat. Kecepatan pelepasan obat dapat konstan selama konsentrasi obat melewati
membran juga tetap.
E Swelling
Ketika suatu polimer
kontak dengan air, maka terjadi penyerapan air yang menyebabkan polimer dapat
mengembang, sehingga obat yang terdispersi di dalam polimer akan berdifusi
keluar. Akibatnya, pelepasan obat bergantung pada dua proses kecepatan yang
simultan yaitu antara proses berdifusinya air ke dalam polimer dan peregangan
rantai polimer.
E Proses
Erosi
Pada sistem ini,
polimer pada matriks akan mengalami erosi atau pengikisan karena terbentuk
ikatan labil akibat reaksi yang terjadi secara hidrolisis maupun enzimatis.
Seiring dengan terkikisnya polimer, maka obat akan dilepaskan ke dalam medium
di sekitarnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Metode Formulasi
Sediaan Lepas Lambat
Dalam penelitian ini
dilakukan optimasi dengan model Simplex Lattice Design dengan keuntungan
model optimasi yang relatif sederhana dan
rancangan formula yang terarah. Nantinya diketahui pengaruh
campuran Na CMC sebagai matriks dan Avicel PH 102 sebagai filler terhadap
sifat fisik tablet lepas lambat serta didapat proporsi yang optimum pada
formula tablet lepas lambat kaptopril.
Berbagai cara pembuatan
dan mekanisme kerja sediaan lepas lambat antara lain:
a. Penyalutan
Penyalutan ini
berfungsi mengendalikan ketersediaan bahan aktif dalam bentuk larutan. Penyalutan
serbuk bahan aktif dapat dilakukan dengan metode mikroenkapsulasi (Simon,
2001). Mikroenkapsulasi adalah suatu proses di mana bahan-bahan padat, cairan
bahkan gas pun dapat dijadikan kapsul (encapsulated) dengan ukuran
partikel mikroskopik, dengan membentuk salutan tipis wall (dinding)
sekitar bahan yang akan dijadikan kapsul (Ansel et al., 2005).
b.
Sistem matriks
Pencampuran dengan matriks adalah dengan
mencampurkan bahan obat yang akan dibuat sediaan lepas lambat, digabungkan
dengan bahan lemak atau bahan selulosa, kemudian diproses menjadi granul yang
dapat dimasukkan dalam kapsul atau ditablet (Shargel et al., 2005).
c. Sistem terkontrol membran atau reservoir
Membran dalam sistem
ini berfungsi sebagai pengontrol kecepatan disolusi dari bentuk sediaan. Agar
obat dapat berdifusi kelar maka membran harus bersifat permeable terhadap
obat misalnya dengan hidrasi air di saluran gastrointestinal. Obat yang
terlarut dalam komponen membran seperti plasticizer tidak seperti sistem
matriks hidrofil, polimer membran tidak bersifat mengembang dan tidak mengalami erosi (Collett and Moreton,
2002).
d. Sistem pompa osmotik (osmotic pump)
Pelepasan obat dari
sistem pompa osmotik dikontrol oleh suatu
membran yang mempunyai satu
lubang (hole). Obat dimasukkan dalam suatu tablet inti yang bersifat
larut air dan dapat melarutkan obat ketika kontak dengan air. Tablet inti
disalut dengan suatu membran semipermiabel (dapat melewati air yang masuk ke
dalam tablet inti dan melarutnya). Ketika tablet inti terlarut maka timbul
tekanan hidrostatik dan menekan larutan obat keluar melewati lubang membran
(Collett and Moreton, 2002).
Matriks
Matriks adalah zat
pembawa padat yang di dalamnya obat tercampur secara merata (Shargel et al.,
2005). Suatu matriks dapat dibentuk secara sederhana dengan mengempa atau
menyatukan obat dan bahan matriks bersama sama.
Umumnya, obat ada dalam
persen yang lebih kecil agar matriks memberikan perlindungan yang lebih besar
terhadap air dan obat berdifusi keluar secara lambat (Sulaiman, 2007). Terdapat
3 golongan bahan penahan yang digunakan untuk formulasi tablet dengan matriks
(Lachman et al., 1994):
a.
Matriks tidak larut, inert
Polimer inert yang tidak
larut seperti polietilen, polivinil klorida, etil selulosa dan kopolimer
akrilat telah banyak digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan tablet lepas
lambat. Tablet yang dibuat dari bahan ini dirancang untuk tetap utuh dan tidak
pecah dalam saluran cerna.
b.
Matriks tidak larut tetapi dapat terkikis
Matriks jenis ini
mengontrol pelepasan obat melalui difusi pori dan erosi. Bahan-bahan yang
termasuk dalam golongan ini adalah asam stearat, stearil alkohol, malam
carnauba, dan polietilen glikol.
c.
Matriks hidrofilik
Polimer hidrofilik
selulosa biasanya digunakan sebagai bahan pengisi berdasarkan sistem matriks
yang ditablet. Efektivitas dari system matriks hidrofilik ini didasarkan pada
proses hidrasi dari polimer selulosa; pembentukan gel pada permukaan polimer;
erosi tablet; dan pelepasan obat yang berkesinambungan.
Keuntungan sistem matriks hidrofilik adalah sebagai berikut:
sederhana, relatif murah dan aman, mampu memuat dosis dalam jumlah yang besar
(Collett and Moreton, 2002). Matriks yang sering digunakan dalam sediaan
lepas lambat salah satunya Na CMC.
Disolusi
Pelarutan merupakan
proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut.
Dalam sistem biologi pelarutan obat dalam media “aqueous” merupakan
suatu bagian penting sebelum kondisi sistemik. Laju pelarutan obat dengan
kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau
terdisintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorbsi sistemik obat (Shargel et al.,
2005).
Gambar 2. Disolusi obat dari suatu
padatan matriks (Martin et al., 1993)
Disolusi dikatakan
sebagai hilangnya kohesi suatu padatan karena aksi dari cairan yang
menghasilkan suatu dispersi homogen bentuk ion (dispersi molekuler) sedangkan
kecepatan pelarutan atau laju pelarutan adalah kecepatan melarutnya zat kimia
atau senyawa obat ke dalam medium tertentu dari suatu padatan (Wagner, 197;
Martin et al., 1993).
Proses disolusi obat
dari suatu matrik ditunjukkan pada gambar 2. Secara keseluruhan kecepatan
disolusi dapat digambarkan oleh persamaan Noyes- Whitney yang mirip dengan
hukum difusi Fick (Shargel et al., 2005).
Optimasi Model Simplex Lattice Design
Optimasi adalah suatu
metode atau desain eksperimental untuk memudahkan dalam penyusunan dan
interpretesi data secara matematis. Simplex Lattice Design merupakan
suatu tehnik untuk memprediksi profil sifat campuran bahan. Profil tersebut
digunakan untuk memprediksi perbandingan komposisi campuran bahan yang
memberikan sifat optimum. Prosedur SLD meliputi penyiapan variasi kombinasi
bahan tambahan yang akan dioptimasi. Hasil kombinasi formula SLD dapat
digunakan untuk menetapkan respon yang optimal dan variasi kombinasi bahan tambahan, sehingga
dapat digunakan untuk memproduksi suatu sediaan yang memenuhi syarat (Bolton,
1997).
Suatu formula merupakan
campuran yang terdiri dari beberapa komponen. Setiap perubahan fraksi dari
salah satu komponen dari campuran akan merubah sedikitnya satu variabel atau bahkan lebih fraksi komponen
lain.
Pemerian Zat Aktif dan Matriks
a)
Kaptopril
Kaptopril mengandung
tidak kurang dari 97,5% dan tidak lebih dari 102% C9H15NO3S, dihitung tehadap
zat yang telah dikeringkan. Pemerian serbuk hablur atau hampir putih; bau khas
seperti sulfide. Melebur pada suhu 104º sampai 110º. Kelarutan mudah larut
dalam air, dalam metanol, dalam etanol, dan dalam kloroform (Depkes, 1995).
Kaptopril adalah
senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor Angiotensin Converting Enzyme
(ACE inhibitor) yang banyak digunakan untuk pengobatan gagal jantung dan
hipertensi karena efektif dan toksisitasnya rendah. Kaptopril memiliki waktu
paruh yang singkat sehingga cocok untuk dibuat sediaan tablet lepas lambat.
Sekitar 60 – 75% dari dosis kaptopril diabsorbsi dari sistem gastrointestinal
dan puncak konsentrasi plasma dicapai sampai sekitar 1 jam dengan waktu paruh 3
jam serta Vd 2 liter/kg dan F 0,65.
Kaptopril mempunyai
kelarutan yang baik (mudah larut dalam 250 ml air pada pH 1-8) dan
permeabilitas yang rendah (absorpsinya kurang dari 90 % sehingga termasuk BCS (Biopharmaceutics
Classification System) kelas III (Shargel et al., 2005).
b)
Karboksimetilselulosa Natrium (Na CMC)
Karboksimetilselulosa
Natrium adalah garam natrium dari
polikarboksimetil
eter selulosa, mengandung tidak kurang dari 6,5 % dan tidak
lebih
dari 9,5 % natrium (Na) dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
(Depkes,
1995).
Menurut Depkes (1979),
dijelaskan Na CMC memiliki pemerian berupa serbuk atau granul berwarna putih
sampai krem. Na CMC merupakan senyawa higroskopis, sehingga mudah larut dan
terdipersi dalam air membentuk larutan koloidal. Na CMC tidak larut dalam
etanol, eter maupun pelarut organik lain.
Dalam
aplikasinya di dunia farmasi, sering digunakan untuk bahan
penyalut, agen
pensuspensi, stabilisator, bahan pengikat pada tablet, bahan
penghancur
pada tablet dan kapsul serta bahan yang mampu meningkatkan
viskositas. Na CMC
sering dijadikan pilihan utama untuk formulasi sediaan oral dan sediaan topikal
karena dapat meningkatkan viskositas. Merupakan matriks hidrofilik dimana
mekanisme pelepasan obatnya melalui erosi bentuk gel dan terdisolusi dalam
media air serta melalui difusi melewati lapisan matriks terhidrasi (Collett and
Moreton, 2002).
c)
Avicel PH 102
Avicel PH 102 merupakan
nama dagang dari mikrokristalin selulosa yang memiliki sifat kompresibilitas
yang sangat baik dan merupakan bahan pengisi yang banyak digunakan dalam kempa
langsung. Avicel PH 102 dapat menghasilkan tablet yang cukup keras dengan
sedikit pengempaan. Avicel PH 102 dapat mengalami deformasi plastis pada proses
pengempaan sehingga menjadi lebih sensitif terhadap lubrikan. Tablet yang
dihasilkan sifat alirnya cukup baik, tidak larut dalam air (Sulaiman, 2007).
Avicel
berbentuk serbuk kristal berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutannya
yaitu tidak larut dalam air, sedikit larut dalam 5 % larutan
hidroksida.
Senyawa ini stabil meskipun merupakan bahan yang higroskopis
(Rowe
et al., 2006).
Selama
pengempaan Avicel diduga menimbulkan perubahan bentuk yang
melepas stress menurut
beberapa mekanisme. Proses ini akan menghasilkan tablet yang keras dengan
pengempaan yang rendah. Avicel PH 102 mempunyai ukuran partikel lebih besar dan
berguna untuk meningkatkan sifat alir (Agoes, 2008).
BAB IV
KESIMPULAN
Sustained release merupakan bentuk sediaan yang
dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau
bertahap sehingga pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat. Tujuan
utama dari sediaan lepas terkendali adalah untuk mencapai suatu efek terapetik
yang diperpanjang disamping memperkecil efek samping yang tidak diinginkan yang
disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma. Long acting menyatakan
durasi kerja obat yang relatif lama tanpa
menjelaskan durasi pelepasan bahan aktif ari bentuk sediaannya.
Keuntungan
sediaan sustained release ini antara lain sediaan tersebut dapat dikonsumsi
dengan tidak begitu sering dibandingkan sediaan yang diformulasikan untuk lepas
segera dengan komposisi obat yang sama dan sediaan ini dapat lebih terjaga
secara terus-menerus dalam aliran darah. Tablet sustained relesase
diformulasikan di mana bahan-bahan aktif dilingkupi dengan lapisan matriks tak
larut sehingga proses pelarutan bahan obat terjadi melalui suatu lubang pada
matriks. Pada beberapa formulasi, matriks dibuat mengembang menjadi bentuk gel
sehingga obat terlebih dahulu akan larut
pada matriks kemudian keluar melalui lapisan matriks terluar.
Untuk
mencapai fungsi pelepasan obat lepas lambat, sediaan sustained release
memerlukan bahan-bahan tambahan sebagai penunjang aksi mekanisnya. Bahan-bahan
tersebut antara lain Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC), Asam Alginat,
Carbomer, Polymethacrylates, Hydroxy Ethyl
Celullosa (HEC), Asam Hyaluronat (Hyaluronan), Hidroksipropil Selulosa(HPC),
Etil Selulosa (Ethylcellulose), dan sebagainya.
Daftar
Pustaka
1)http://www.scribd.com/document_downloads/direct/54929416 extension=doc&ft=1325411640<=1325415250&uahk=OV7mPErdFIC0mFgFGarVtoDnkHg.
Diakses pada I januari 2012 jam 23.00 WIB.
2) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25886/3/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada 3 januari 2012 jam 21.00
WIB.
3) http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/7206170176.pdf.
Diakses pada 4 januari 2012 jam
23.00 WIB.
4) Ansel
C Howard, 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi . Jakarta: UI Press.
5) Welling
P.G., 1997. Pharmacokinetics: Processes, Mathematics, and Applications.
2nd edition,Washington
DC. p. 83.
Thankyou so much ini lengkap bgt dan terperinci. 👍👍
ReplyDeleteYups, you're welcome
Delete