Saturday 7 January 2012

Teknik sediaan solid (sustained release/ tablet lepas lambat)


BAB I
PENDAHULUAN
Bentuk sediaan lepas lambat (Sustained release) banyak mendapatkan perhatian dalam pengembangan sistem penghantaran  obat karena dibandingkan bentuk sediaan konvensional, bentuk lepas lambat memiliki beberapa kelebihan. Antara lain sediaan lepas lambat dapat mengurangi efek samping, mengurangi/menjarangkan jumlah penggunaan, mengurangi fluktuasi obat dan secara umum dapat meningkatkan kenyamanan bagi pasien (Welling, 1997).
Kebanyakan bentuk lepas lambat (sustained release) dirancang supaya pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan secara berangsur-angsur dan terus menerus melepaskan sejumlah obat lainnya selama periode waktu yang diperpanjang biasanya 8 sampai 12 jam (Ansel et al., 2005).
Menurut Rao et al, (2001), tujuan utama dari sediaan lepas lambat adalah untuk mempertahankan kadar terapeutik obat dalam darah atau jaringan selama waktu yang diperpanjang. Keunggulan bentuk sediaan ini menghasilkan kadar obat dalam darah yang merata tanpa perlu mengulangi pemberian unit dosis.
Penghantaran obat ke reseptor atau tempat bekerjanya obat sering terhambat dengan adanya efek samping obat ataupun karena pelepasan obat tidak sesuai pada tempat kerjanya. Untuk itu, obat dibuat dalam bentuk controlled release atau sediaan lepas terkendali. Sediaan lepas terkendali ini mengatur pelepasan obat di dalam tubuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas obat pada reseptornya.
Sediaan sustained release atau sediaan lepas lambat merupakan bagian dari bentuk controlled relese. Sediaan lepas lambat merupakan sediaan yang menyebabkan obat terlepas ke dalam tubuh dalam waktu yang lama.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sediaan Lepas Lambat
Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam  tubuh  secara perlahan-lahan atau bertahap supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel et al., 2005).
Dalam beberapa keadaan penyakit, bentuk sediaan obat yang ideal adalah mampu memberikan jumlah obat untuk sampai ke reseptor (tempat aksi obat) dan kemudian secara konstan dipertahankan selama waktu pengobatan yang diinginkan. Pemberian obat dalam dosis yang cukup dan frekuensi yang benar maka konsentrasi obat terapeutik steady state di plasma dapat dicapai secara cepatdan dipertahankan dengan pemberian berulang dengan bentuk sediaan konvensional peroral. Namun terdapat sejumlah keterbatasan dari bentuk sediaan konvensional peroral (Collett and Moreton, 2002).
Adapun keterbatasan bentuk sediaan konvensional peroral adalah: melepaskan secara cepat seluruh kandungan dosis setelah diberikan, konsentrasi obat dalam plasma dan di tempat aksi mengalami fluktuasi sehingga tidak mungkin untuk mempertahankan konsentrasi terapetik secara konstan di tempat aksi selama waktu pengobatan, fluktuasi konsentrasi obat dapat menimbulkan overdosis atau underdosis jika nilai Cmax dan Cmin melewati jendela terapetik obat. Obat dengan t1/2 pendek membutuhkan frekuensi pemberian lebih sering untuk mempertahankan konsentrasi obat dalam jendela terapeutik, dan frekuensi pemberian obat yang lebih sering dapat menyebabkan pasien lupa sehingga dapat menyebabkan kegagalan terapi (Collett and Moreton, 2002).

 
Gambar 1 Kurva Hubungan antara Kadar Obat dalam Darah/Aktivitas
Obat terhadap Waktu dari Sediaan A: Conventional; B: Sustained release;
C: Prolonged Action (Sulaiman, 2007)
Gambar 1 menunjukkan perbandingan profil kadar obat di dalam darah yang diperoleh dari pemberian bentuk sediaan konvensional, terkontrol (controlled-release), lepas lambat (sustained-release). Tablet konvensional atau kapsul hanya memberikan kadar puncak tunggal dan sementara (transient). Efek farmakologi kelihatan sepanjang jumlah obat dalam interval terapeutik. Masalah muncul ketika konsentrasi puncak dibawah atau diatas interval terapeutik, khususnya untuk obat dengan jendela terapeutik sempit. Pelepasan orde satu yang lambat yang dihasilkan oleh sediaan lepas lambat dicapai dengan memperlambat pelepasan dari bentuk sediaan obat. Pada beberapa kasus, hal ini dapat diperoleh melalui proses pelepasan yang kontinyu (Jantzen and Robinson, 1996).
Keuntungan bentuk sediaan lepas lambat dibandingkan bentuk sediaan konvensional adalah sebagai berikut (Ansel et al., 2005):
a. Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah.
b. Mengurangi frekuensi pemberian.
c. Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien.
d. Mengurangi efek samping yang merugikan.
e. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan.
Kelemahan sediaan lepas lambat diantaranya adalah (Simon, 2001):
1) Kemungkinan terjadinya kegagalan sistem lepas lambat sehingga bahan aktif yang relatif tinggi dilepas sekaligus (dose dumping).
2) Lebih sulit penanganan penderita apabila terjadi kasus keracunan atau alergi obat, karena kandungan bahan aktif yang relatif lebih tinggi.
3) Harga obat biasanya lebih mahal karena biaya pengembangan dan produksi
yang relatif lebih tinggi.
Faktor - faktor yang berpengaruh dalam pembuatan sediaan lepas lambat:
a) Faktor - faktor biologis (Syukri, 2002)
1)      Waktu paruh biologis
Waktu paruh biologis bertujuan menetapkan tingkatan terapi jangka waktu lama. Waktu paruh pendek akan mengurangi frekuensi dosis. Obat-obat
dengan waktu paruh panjang lebih dari 8 jam tidak dipakai dalam bentuk
sediaan berkelanjutan karena efeknya sendiri sudah berkelanjutan, seperti
digoksin, warfarin dan fenitoin.
2)      Absorbsi
Absorbsi bertujuan untuk memperoleh keadaan dimana rata - rata pelepasan jauh lebih rendah dibandingkan rata - rata absorbsi.
3)      Metabolisme
Obat - obat yaang dimetabolisme sebelum absorbsi baik pada lumen atau
jaringan usus dapat menunjukkan ketersediaan hayati yang menurun.
b) Faktor fisika –kimia (Jantzen and Robinson, 1996):
1)      Ukuran dosis
2)      Kelarutan
Senyawa dengan kelarutan yang sangat rendah (< 0,01 mg/ml) sudah bersifat lepas lambat, pelepasan obat dari bentuk sediaan dalam cairan gastrointestinal dibatasi oleh kecepatan disolusinya.
3)   Koefisien partisi
Senyawa dengan koefisien partisi yang rendah akan mengalami kesulitan
menembus membran sehingga bioavaibilitasnya rendah.
4)   Stabilitas
Obat yang tidak stabil dalam usus halus akan menunjukkan penurunan bioavaibilitas jika diberikan dalam bentuk sediaan lepas lambat.
Mekanisme Pelepasan Sediaan Lepas Lambat
E Difusi
Pada mekanisme ini, obat dapat berdifusi keluar melalui sistem matriks.. Pada sistem reservoir, inti obat dienkapsulasi dalam membran polimer, sehingga difusi obat melalui membran dapat dikendalikan kecepatan pelepasannya. Mekanisme pelepasan obat yang terjadi berawal dari terlarutnya obat di dalam membran dan diikuti oleh difusi dan terlepasnya obat dari permukaan pada sisi lain dari membran.
Jika polimer tidak larut air, maka kelarutan obat dalam membran merupakan faktor penting yang mendorong terjadinya difusi melintas membran. Sedangkan jika membran merupakan polimer larut air, sebagian polimer akan terlarut membentuk saluran-saluran yang merupakan panjang lintasan difusi yang bersifat konstan.  

E Disolusi
Obat disalut dalam bahan polimerik dan kecepatan disolusi polimer menentukan kecepatan pelepasan obat. Sistem ini dapat digunakan untuk menahan pelepasan obat melalui cara yang berbeda-beda. Salah satunya dengan menempatkan partikel-partikel obat ke dalam penyalut yang masing-masing memiliki ketebalan yang bervariasi, akibatnya pelepasan obat akan terjasi secara bertahap. Partikel obat yang memiliki lapisan penyalut yang paling tipis akan memberikan pelepasan yang segera, sehingga dapat memenuhi konsentrasi obat yang dibutuhkan pada tahap awal pemberian dosis, sedangkan lapisan penyalut yang lebih tebal akan memenuhi kadar obat yang dibutuhkan utuk menjaga agar konsentrasi obat tetap konstan di dalam tubuh.
E Osmosis
Penempatan membran semipermeabel di sekeliling tablet, partikel atau larutan obat, menyebabkan adanya pembentukan perbedaan tekanan osmotik antara bagian dalam dan bagian luar tablet sehingga memompa larutan obat keluar dari tablet  melalui celah kecil dan memberikan sifat pelepasan obat yang diperlama.
Pada sistem ini, membran semipermeabel digunakan untuk mengendalikan kecepatan pelepasan obat. Kecepatan pelepasan obat dapat konstan selama konsentrasi obat melewati membran juga tetap.

E Swelling
Ketika suatu polimer kontak dengan air, maka terjadi penyerapan air yang menyebabkan polimer dapat mengembang, sehingga obat yang terdispersi di dalam polimer akan berdifusi keluar. Akibatnya, pelepasan obat bergantung pada dua proses kecepatan yang simultan yaitu antara proses berdifusinya air ke dalam polimer dan peregangan rantai polimer.
E Proses Erosi
Pada sistem ini, polimer pada matriks akan mengalami erosi atau pengikisan karena terbentuk ikatan labil akibat reaksi yang terjadi secara hidrolisis maupun enzimatis. Seiring dengan terkikisnya polimer, maka obat akan dilepaskan ke dalam medium di sekitarnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Metode Formulasi Sediaan Lepas Lambat
Dalam penelitian ini dilakukan optimasi dengan model Simplex Lattice Design dengan keuntungan model optimasi yang relatif sederhana dan  rancangan formula yang terarah. Nantinya diketahui pengaruh campuran Na CMC sebagai matriks dan Avicel PH 102 sebagai filler terhadap sifat fisik tablet lepas lambat serta didapat proporsi yang optimum pada formula tablet lepas lambat kaptopril.

Berbagai cara pembuatan dan mekanisme kerja sediaan lepas lambat antara lain:
a. Penyalutan
Penyalutan ini berfungsi mengendalikan ketersediaan bahan aktif dalam bentuk larutan. Penyalutan serbuk bahan aktif dapat dilakukan dengan metode mikroenkapsulasi (Simon, 2001). Mikroenkapsulasi adalah suatu proses di mana bahan-bahan padat, cairan bahkan gas pun dapat dijadikan kapsul (encapsulated) dengan ukuran partikel mikroskopik, dengan membentuk salutan tipis wall (dinding) sekitar bahan yang akan dijadikan kapsul (Ansel et al., 2005).
b. Sistem matriks
Pencampuran dengan matriks adalah dengan mencampurkan bahan obat yang akan dibuat sediaan lepas lambat, digabungkan dengan bahan lemak atau bahan selulosa, kemudian diproses menjadi granul yang dapat dimasukkan dalam kapsul atau ditablet (Shargel et al., 2005).
c. Sistem terkontrol membran atau reservoir
Membran dalam sistem ini berfungsi sebagai pengontrol kecepatan disolusi dari bentuk sediaan. Agar obat dapat berdifusi kelar maka membran harus bersifat permeable terhadap obat misalnya dengan hidrasi air di saluran gastrointestinal. Obat yang terlarut dalam komponen membran seperti plasticizer tidak seperti sistem matriks hidrofil, polimer membran tidak bersifat mengembang dan  tidak mengalami erosi (Collett and Moreton, 2002).
d. Sistem pompa osmotik (osmotic pump)
Pelepasan obat dari sistem pompa osmotik dikontrol oleh suatu  membran  yang mempunyai satu lubang (hole). Obat dimasukkan dalam suatu tablet inti yang bersifat larut air dan dapat melarutkan obat ketika kontak dengan air. Tablet inti disalut dengan suatu membran semipermiabel (dapat melewati air yang masuk ke dalam tablet inti dan melarutnya). Ketika tablet inti terlarut maka timbul tekanan hidrostatik dan menekan larutan obat keluar melewati lubang membran (Collett and Moreton, 2002).

Matriks
Matriks adalah zat pembawa padat yang di dalamnya obat tercampur secara merata (Shargel et al., 2005). Suatu matriks dapat dibentuk secara sederhana dengan mengempa atau menyatukan obat dan bahan matriks bersama sama.
Umumnya, obat ada dalam persen yang lebih kecil agar matriks memberikan perlindungan yang lebih besar terhadap air dan obat berdifusi keluar secara lambat (Sulaiman, 2007). Terdapat 3 golongan bahan penahan yang digunakan untuk formulasi tablet dengan matriks (Lachman et al., 1994):
a. Matriks tidak larut, inert
Polimer inert yang tidak larut seperti polietilen, polivinil klorida, etil selulosa dan kopolimer akrilat telah banyak digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan tablet lepas lambat. Tablet yang dibuat dari bahan ini dirancang untuk tetap utuh dan tidak pecah dalam saluran cerna.
b. Matriks tidak larut tetapi dapat terkikis
Matriks jenis ini mengontrol pelepasan obat melalui difusi pori dan erosi. Bahan-bahan yang termasuk dalam golongan ini adalah asam stearat, stearil alkohol, malam carnauba, dan polietilen glikol.
c. Matriks hidrofilik
Polimer hidrofilik selulosa biasanya digunakan sebagai bahan pengisi berdasarkan sistem matriks yang ditablet. Efektivitas dari system matriks hidrofilik ini didasarkan pada proses hidrasi dari polimer selulosa; pembentukan gel pada permukaan polimer; erosi tablet; dan pelepasan obat yang berkesinambungan.
Keuntungan sistem  matriks hidrofilik adalah sebagai berikut: sederhana, relatif murah dan aman, mampu memuat dosis dalam jumlah yang besar (Collett and Moreton, 2002). Matriks yang sering digunakan dalam sediaan lepas lambat salah satunya Na CMC.

Disolusi
Pelarutan merupakan proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Dalam sistem biologi pelarutan obat dalam media “aqueous” merupakan suatu bagian penting sebelum kondisi sistemik. Laju pelarutan obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdisintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan  laju absorbsi sistemik obat (Shargel et al., 2005).
Gambar 2. Disolusi obat dari suatu padatan matriks (Martin et al., 1993)

Disolusi dikatakan sebagai hilangnya kohesi suatu padatan karena aksi dari cairan yang menghasilkan suatu dispersi homogen bentuk ion (dispersi molekuler) sedangkan kecepatan pelarutan atau laju pelarutan adalah kecepatan melarutnya zat kimia atau senyawa obat ke dalam medium tertentu dari suatu padatan (Wagner, 197; Martin et al., 1993).
Proses disolusi obat dari suatu matrik ditunjukkan pada gambar 2. Secara keseluruhan kecepatan disolusi dapat digambarkan oleh persamaan Noyes- Whitney yang mirip dengan hukum difusi Fick (Shargel et al., 2005).
Optimasi Model Simplex Lattice Design
Optimasi adalah suatu metode atau desain eksperimental untuk memudahkan dalam penyusunan dan interpretesi data secara matematis. Simplex Lattice Design merupakan suatu tehnik untuk memprediksi profil sifat campuran bahan. Profil tersebut digunakan untuk memprediksi perbandingan komposisi campuran bahan yang memberikan sifat optimum. Prosedur SLD meliputi penyiapan variasi kombinasi bahan tambahan yang akan dioptimasi. Hasil kombinasi formula SLD dapat digunakan untuk menetapkan respon yang optimal  dan variasi kombinasi bahan tambahan, sehingga dapat digunakan untuk memproduksi suatu sediaan yang memenuhi syarat (Bolton, 1997).
Suatu formula merupakan campuran yang terdiri dari beberapa komponen. Setiap perubahan fraksi dari salah satu komponen dari campuran akan merubah sedikitnya satu variabel atau bahkan lebih fraksi komponen lain.
Pemerian Zat Aktif dan Matriks
a) Kaptopril
Kaptopril mengandung tidak kurang dari 97,5% dan tidak lebih dari 102% C9H15NO3S, dihitung tehadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian serbuk hablur atau hampir putih; bau khas seperti sulfide. Melebur pada suhu 104º sampai 110º. Kelarutan mudah larut dalam air, dalam metanol, dalam etanol, dan dalam kloroform (Depkes, 1995).
Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor Angiotensin Converting Enzyme (ACE inhibitor) yang banyak digunakan untuk pengobatan gagal jantung dan hipertensi karena efektif dan toksisitasnya rendah. Kaptopril memiliki waktu paruh yang singkat sehingga cocok untuk dibuat sediaan tablet lepas lambat. Sekitar 60 – 75% dari dosis kaptopril diabsorbsi dari sistem gastrointestinal dan puncak konsentrasi plasma dicapai sampai sekitar 1 jam dengan waktu paruh 3 jam serta Vd 2 liter/kg dan F 0,65.
Kaptopril mempunyai kelarutan yang baik (mudah larut dalam 250 ml air pada pH 1-8) dan permeabilitas yang rendah (absorpsinya kurang dari 90 % sehingga termasuk BCS (Biopharmaceutics Classification System) kelas III (Shargel et al., 2005).
b) Karboksimetilselulosa Natrium (Na CMC)
Karboksimetilselulosa Natrium adalah garam natrium dari
polikarboksimetil eter selulosa, mengandung tidak kurang dari 6,5 % dan tidak
lebih dari 9,5 % natrium (Na) dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
(Depkes, 1995).

Menurut Depkes (1979), dijelaskan Na CMC memiliki pemerian berupa serbuk atau granul berwarna putih sampai krem. Na CMC merupakan senyawa higroskopis, sehingga mudah larut dan terdipersi dalam air membentuk larutan koloidal. Na CMC tidak larut dalam etanol, eter maupun pelarut organik lain.
Dalam aplikasinya di dunia farmasi, sering digunakan untuk bahan
penyalut, agen pensuspensi, stabilisator, bahan pengikat pada tablet, bahan
penghancur pada tablet dan kapsul serta bahan yang mampu meningkatkan
viskositas. Na CMC sering dijadikan pilihan utama untuk formulasi sediaan oral dan sediaan topikal karena dapat meningkatkan viskositas. Merupakan matriks hidrofilik dimana mekanisme pelepasan obatnya melalui erosi bentuk gel dan terdisolusi dalam media air serta melalui difusi melewati lapisan matriks terhidrasi (Collett and Moreton, 2002).
c) Avicel PH 102
Avicel PH 102 merupakan nama dagang dari mikrokristalin selulosa yang memiliki sifat kompresibilitas yang sangat baik dan merupakan bahan pengisi yang banyak digunakan dalam kempa langsung. Avicel PH 102 dapat menghasilkan tablet yang cukup keras dengan sedikit pengempaan. Avicel PH 102 dapat mengalami deformasi plastis pada proses pengempaan sehingga menjadi lebih sensitif terhadap lubrikan. Tablet yang dihasilkan sifat alirnya cukup baik, tidak larut dalam air (Sulaiman, 2007).
Avicel berbentuk serbuk kristal berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, sedikit larut dalam 5 % larutan
hidroksida. Senyawa ini stabil meskipun merupakan bahan yang higroskopis
(Rowe et al., 2006).
Selama pengempaan Avicel diduga menimbulkan perubahan bentuk yang
melepas stress menurut beberapa mekanisme. Proses ini akan menghasilkan tablet yang keras dengan pengempaan yang rendah. Avicel PH 102 mempunyai ukuran partikel lebih besar dan berguna untuk meningkatkan sifat alir (Agoes, 2008).
BAB IV
     KESIMPULAN

Sustained release merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap sehingga pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat. Tujuan utama dari sediaan lepas terkendali adalah untuk mencapai suatu efek terapetik yang diperpanjang disamping memperkecil efek samping yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma. Long acting menyatakan durasi kerja obat yang relatif lama tanpa  menjelaskan durasi pelepasan bahan aktif ari bentuk sediaannya.
Keuntungan sediaan sustained release ini antara lain sediaan tersebut dapat dikonsumsi dengan tidak begitu sering dibandingkan sediaan yang diformulasikan untuk lepas segera dengan komposisi obat yang sama dan sediaan ini dapat lebih terjaga secara terus-menerus dalam aliran darah. Tablet sustained relesase diformulasikan di mana bahan-bahan aktif dilingkupi dengan lapisan matriks tak larut sehingga proses pelarutan bahan obat terjadi melalui suatu lubang pada matriks. Pada beberapa formulasi, matriks dibuat mengembang menjadi bentuk gel sehingga obat terlebih dahulu akan  larut pada matriks kemudian keluar melalui lapisan matriks terluar.
Untuk mencapai fungsi pelepasan obat lepas lambat, sediaan sustained release memerlukan bahan-bahan tambahan sebagai penunjang aksi mekanisnya. Bahan-bahan tersebut antara lain Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC), Asam Alginat, Carbomer, Polymethacrylates, Hydroxy Ethyl Celullosa (HEC), Asam Hyaluronat (Hyaluronan), Hidroksipropil Selulosa(HPC), Etil Selulosa (Ethylcellulose), dan sebagainya.

Daftar Pustaka
2)      http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25886/3/Chapter%20II.pdf. Diakses pada 3 januari 2012  jam 21.00 WIB.
3)      http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/7206170176.pdf. Diakses pada 4 januari 2012      jam 23.00 WIB.
4)      Ansel C Howard, 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi . Jakarta: UI Press.
5)      Welling P.G., 1997. Pharmacokinetics: Processes, Mathematics, and Applications. 2nd edition,Washington DC. p. 83.

2 comments:

Note: only a member of this blog may post a comment.