Tuesday 27 December 2011

Pathofisiologi Diare


Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada anak-anak. Diperkirakan pada anak setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit tiap tahun (1,5% merupakan pasien dewasa) yang disebabkan karena diare atau gastroenteritis.
Kematian yang terjadi, kebanyakan berhubungan dengan kejadian diare pada anak-anak atau usia lanjut, di mana kesehatan pada usia pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang sampai berat. Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3 kali dibandingkan negara maju.
Sampai saat ini penyakit diare atau juga sering disebut gastroenteritis, masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama dari masyarakat di Indonesia. Dari daftar urutan penyebab kunjungan puskesmas atau balai pengobatan, hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama bagi masyarakat yang berkunjung ke puskesmas.
Angka kesakitannya adalah sekitar 200 – 400 kejadian diare dapat ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak dibawah lima tahun (± 40 juta kejadian). Kelompok ini setiap tahunnya mengalami kejadian lebih dari satu kejadian diare.
Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh kedalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal. Hal inilah yang menyebabkan sejumlah 350.000 – 500.000 anak dibawah lima tahun meninggal setiap tahunnya.
Dari pencatatan dan pelaporan yang ada, baru sekitar 1,5 – 2 juta penderita penyakit diare yang berobat rawat jalan ke sarana kesehatan pemerintah. Jumlah ini adalah sekitar 10% dari jumlah penderita yang datang berobat untuk seluruh penyakit, sedangkan jika ditinjau dari hasil survei rumah tangga di antara 8 penyakit utama, ternyata penyakit diare mempunyai presentase berobat yang sangat tinggi, yaitu 72% dibandingkan untuk rata-rata penderita seluruh penyakit yang memperoleh pengobatan.
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Indonesia, pada 2001 penyakit diare menempati urutan kedua penyakit mematikan yang berasal dari penyakit infeksi. Jumlah penderita diare di Indonesia pada tahun itu mencapai 4% dan angka kematiannya mencapai 3,8%. Pada bayi, diare menempati urutan tertinggi sebagai penyebab kematian dengan angka mencapai 9,4% dari seluruh kematian bayi.
Angka kejadian diare, disebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, utamanya disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat.
Menurut Murad, sekitar 3,3 juta kematian akibat diare terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia. Dan angka ini paling tinggi terjadi pada anak-anak di bawah satu tahun dengan perkiraan 20 kematian per 1.000 anak. Pada anak usia 1-5 tahun, angka kematiannya menurun atau hanya sekitar lima dari 1.000 anak.
Di negara berkembang, angka kejadian diare sangat bervariasi sesuai umur penderita. Tapi umumnya angka kejadiannya pada usia dua tahun pertama dan akan menurun seiring dengan bertambahnya usia anak. Namun, puncak angka kejadian adalah pada anak usia antara enam sampai tujuh bulan. Di samping itu diare juga merupakan merupakan penyebab kematian yang penting di negara berkembang.
Keputusan Menkes RI No.1216/Menkes/SK/XI/2001 tentang pedoman pemberantasan penyakit diare dinyatakan bahwa penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, baik ditinjau dari angka kesakitan dan angka kematian serta kejadian luar biasa (KLB) yang ditimbulkan. Penyebab utama kematian pada penyakit diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolitnya melalui tinjanya. Di negara berkembang prevalensi yang tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh.
Defenisi Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali/hari. Buang air besar encer tersebut dapat disertai lendir dan darah.
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam atau hari.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari namun tidak terus menerus dan dapat disertai penyakit lain. Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari dan berlangsung terus menerus.
Etiologi Diare
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus), malabsorpsi, alergi.
Faktor infeksi
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak, ini meliputi infeksi bakteri (E. coli, Salmonella, Vibrio cholera), virus (enterovirus, adenovirus, rotavirus), parasit (cacing, protozoa). Infeksi parenteral yaitu infeksi yang berasal dari bagian tubuh yang lain diluar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia. Keadaan ini terutama pada bayi berumur dibawah 2 tahun.
Faktor malabsorbsi
Gangguan penyerapan makanan akibat malabsorbsi karbohidrat, pada bayi dan anak tersering karena intoleransi laktosa, malabsorbsi lemak dan protein.
Faktor alergi makanan
Faktor makanan misalnya makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan. Penularan melalui kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung,seperti :
·         Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor.
·         Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar.
·         Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar.
Patofisiologi Diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
a) Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Patogenesis diare akut yaitu masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah melewati rintangan asam lambung. Jasad renik itu berkembang biak di dalam usus halus. Kemudian jasad renik mengeluarkan toksin. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Patogenesis diare kronik lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.
Sebagai akibat diare akut maupun kronis akan terjadi kehilangan air dan elektronik (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemi, dan sebagainya), gangguan gizi akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikemia, gangguan sirkulasi darah.
Gejala Klinik Diare
Mula-mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun, pada bayi ubun-ubun cekung, tonus dan turgor kulit berkurang selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering.
Penataksanaan Diare
Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau oral rehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya sendiri di rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah gejala dehidrasi nampak.
Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari biaya, kesulitam dalam menjaga, takut bertambah parah setelah masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan respon time untuk mengatasi masalah diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi pasien kearah yang fatal.
Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS. Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab diare dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease).
Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional, artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman.
Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu dilakukan untuk menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan parah, pengobatan suportif didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi sudah membaik.
Pencegahan Diare
Upaya pencegahan diare yang sudah terbukti, efektif, yang berupa :
·         Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang.
·         Menjaga kebersihan dengan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan kebersihan dari makanan yang kita makan.
·         Penggunaan jamban yang benar.
·         Imunisasi campak.
Faktor Resiko Terjadinya Diare
1. Umur
Kebanyakan episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi pada golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Hal ini karena belum terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur di bawah 24 bulan.
2. Jenis Kelamin
Resiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi.
3. Musim
Variasi pola musim di daerah tropik memperlihatkan bahwa diare terjadi sepanjang tahun, frekuensinya meningkat pada peralihan musim kemarau ke musim penghujan.
4. Status Gizi
Status gizi berpengaruh sekali pada diare. Pada anak yang kurang gizi karena pemberian makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih lama dan lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare persisten juga lebih sering dan disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat diare persisten atau disentri sangat meningkat bila anak sudah kurang gizi.
5. Lingkungan
Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang jelek penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu salah satu penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak-anak yang berumur antara 6 bulan sampai 3 tahun.
6. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya pada anak balita sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang bahkan status gizi buruk yang memudahkan balita tersebut terkena diare. Mereka yang berstatus ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan seseorang untuk terkena diare.






No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.